REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Anggoro Eko Cahyo menyebutkan, transmisi penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) ke suku bunga perbankan tidak dapat digeneralisasikan. Likuiditas tiap bank yang berbeda-beda menjadi salah satu faktor penentu kecepatan transmisi tersebut.
Anggoro menuturkan, posisi suku bunga acuan yang sebesar 4,75 persen hanya sebagai anchor atau jangkar penetapan bunga moneter antara perbankan dengan bank sentral. Jangkar ini dilengkapi dengan suku bunga deposit facility dan lending facility.
"Sedangkan, referensi suku bunga berlaku sesuai ketentuan adalah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) rate yang di tingkat enam persen," katanya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (23/2).
Meski LPS rate tersebut sudah turun 25 basis poin dari sebelumnya 6,25 persen, Anggoro menyebutkan, penetapan suku bunga bank tidak bisa disamaratakan ke seluruh bank. Kebijakan ini kembali lagi kepada likuiditas perbankan dan proyeksi jangka pendek dalam hitungan satu hingga tiga bulan ke depan.
"Sekali lagi, dengan turunnya BI rate tidak serta merta perbankan secara industri juga menurunkan suku bunganya, terutama suku bunga kredit," ujar Anggoro.
Garis besarnya, Anggoro menjelaskan, individual bank dengan likuiditas sekarang dan ke depannya memang cukup solid, akan memiliki ruang lebih untuk menurunkan suku bunga. Sebaliknya, individual bank dengan likuiditas pas-pasan saat ini dan ke depannya, memiliki peluang terbatas untuk menurunkan suku bunga. Sebab, mereka harus berebut dana murah di tengah sengitnya persaingan.
Untuk BNI sendiri, Anggoro menjelaskan, pihaknya akan segera meninjau ulang posisi suku bunga kami sesuai guidance dari posisi BI rate yang bergerak turun. "Keputusan lebih lanjut akan kami tetapkan melalui rapat assets and liabilities committee (ALCO) level Direksi," tuturnya.
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 19-20 Februari memutuskan menurunkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 25 basis poin atau 0,25 persen.