Kamis 20 Feb 2020 14:16 WIB

Produsen Minta Cukai Minuman Berpemanis Dipertimbangkan Lagi

Pengenaan cukai minuman berpemanis berpotensi menambah kas negara hingga Rp 6,25 T.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Minuman manis.
Foto: PxHere
Minuman manis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –Produsen makanan dan minuman kemasan yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menilai, rencana pemerintah mengenakan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan hanya akan merugikan negara. Sebab, cukai berpotensi menurunkan pendapatan industri sehingga setoran pajak ke negara pun ikut berkurang.

Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman menjelaskan, isu cukai minuman berpemanis sudah menjadi hal lama yang terus berulang. Sebelumnya, pemerintah sempat mau mengenakan cukai dengan tarif Rp 700 sampai Rp 800 per liter, di bawah rencana terbaru pemerintah, yaitu Rp 1.500 hingga Rp 2.500 per liter.

Baca Juga

"Itu saja sudah berat, apalagi kalau di atas Rp 1.000 (per liter)," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (20/2).

Menurut Adhi, penerapan cukai sama saja dengan memaksa pengusaha memberikan harga jual lebih tinggi pada konsumen. Sebab, mau tidak mau, industri harus mempertahankan margin keuntungan untuk memenuhi komponen biaya produksi lain, termasuk biaya tenaga kerja.

Adhi menambahkan, masyarakat juga akan terkena dampak karena harus membeli produk makanan dan minuman dengan harga lebih mahal. Multiplier effect-nya, daya beli masyarakat berpotensi turun.

Tidak menutup kemungkinan, Adhi menjelaskan, tingkat penjualan industri akan menurun karena masyarakat memilih untuk mengurangi pembelian. Ketika pendapatan lesu, setoran pajak ke negara pun ikut berkurang. "Penerimaan negara bisa turun karena hanya cukai yang naik," katanya.

Adhi meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali rencana penerapan cukai ini. Sebab, menurutnya, upaya ini tidak tepat sasaran jika berbicara tujuan menambah penerimaan negara ataupun menurunkan penyakit tidak menular (PTM), termasuk diabetes, dan obesitas.

Adhi menjelaskan, peran produk pangan olahan merupakan 30 persen dari total konsumsi pangan. Jadi, alasan mengatasi PTM dan obestias dari cukai tidaklah tepat karena sebagian besar konsumsi masyarakat Indonesia merupakan konsumsi segar dan olahan rumah tangga.

Untuk tujuan itu, Adhi mengatakan, pengusaha sudah berupaya membantu pemerintah melalui berbagai cara termasuk edukasi konsumen. "Meskipun belum terorganisir dengan baik, ini bisa berpotensi menjadi gerakan nasional yang diharapkan dampaknya bagus," ucapnya. 

Selain itu, pengusaha melakukan reformulasi produk menyesuaikan dan mendukung upaya mengatasi PTM dan obesitas. Terakhir, mencari alternatif pemanis yang lebih baik bagi kesehatan.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengajukan rencana rencana pengenaan cukai minuman pemanis dalam kemasan ke Komisi XI DPR dalam rapat kerja di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/2).

Kemenkeu mencatat, cukai ini mampu menghasilkan pendapatan negara hingga Rp 6,25 triliun. Syaratnya, cukai yang diterapkan adalah sebesar Rp 1.500 hingga Rp 2.500 per liter untuk produk teh kemasan, produk karbonasi dan lainnya (minuman energi, kopi dan konsentrat).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, rencana cukai ini didasari atas ancaman minuman berpemanis dalam kemasan terhadap kesehatan. Khususnya penyakit diabetes melitus yang kini jumlahnya terus meningkat, terutama seiring kenaikan pendapatan masyarakat. "Saya rasa, bahayanya kesehatan juga cukup luas sudah dipahami masyarakat," ucapnya.

Sri menuturkan, berbagai negara sudah berupaya melakukan pengendalian konsumsi gula sebagai salah satu upaya hidup lebih sehat. Misalnya saja di Singapura yang melakukan kampanye besar-besaran untuk membatasi konsumsi gula serta karbohidrat.

Subjek cukai yang dituju adalah pabrikan maupun importir. Tarifnya bersifat multi tarif, berdasarkan kandungan gula dan pemanis. Artinya, semakin tinggi kadar gula dalam suatu produk maka cukai yang diterapkan akan lebih tinggi.

Sri menyebutkan, potensi dampak inflasi dari penerapan cukai minuman pemanis dalam kemasan ini adalah 0,16 persen. Nilainya lebih tinggi dibandingkan cukai kantong plastik yang juga diajukan Kemenkeu, 0,045 persen. "Ini karena komponen makanan lebih banyak dikonsumsi masyarakat daripada plastik," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement