Selasa 28 Jan 2020 10:48 WIB

Malaysia Siapkan Framework Lisensi Perbankan Islam Digital

Volume pasar perbankan digital akan meningkat hingga 16 miliar dolar AS pada 2025.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Friska Yolanda
Maybank Malaysia
Maybank Malaysia

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Bank Negara Malaysia (BNM) mendorong sektor keuangan untuk mengikuti revolusi perbankan digital. Dalam hal ini, BNM tengah mempersiapkan penerbitan lima lisensi perbankan digital pertama negara itu untuk 'pelamar yang memenuhi syarat', baik itu bank konvensional maupun syariah dan institusi keuangan lokal dan asing.

Langkah untuk mendukung pengembangan bank digital di Malaysia ini mengikuti upaya yang dilakukan oleh regulator di Singapura dan Hong Kong. Kedua negara telah menerbitkan kerangka kerja terkait lisensi serupa dalam dua tahun terakhir. Namun, roadmap Malaysia adalah yang pertama yang secara eksplisit memasukkan bank-bank Islam.

"Penerbitan lisensi perbankan digital ini adalah bagian dari serangkaian langkah yang diadopsi oleh bank sentral untuk memungkinkan integrasi yang inovatif dari teknologi ke sektor keuangan," demikian pernyataan bank sentral Malaysia ini, dilansir Gulf Times, Selasa (28/1).

Bank digital juga disebut dengan bank virtual, neobank atau challenger bank, secara dominan memberikan layanan perbankan melalui saluran digital seperti portal internet dan aplikasi ponsel cerdas (smartphone) dengan kehadiran sistem brick and mortar (bisnis offline) yang minimal. Biasanya, layanan mereka diambil oleh klien yang lebih muda yang memahami teknologi atau segmen pelanggan yang tidak memiliki rekening bank atau tidak terlayani, yang sebaliknya tidak memiliki akses ke perbankan. Misalnya, individu berpenghasilan rendah atau milenium berpenghasilan awal, serta mereka yang mencari layanan perbankan yang dirancang bisnis kecil yang tidak ditawarkan oleh bank retail besar (high-street bank), seperti perusahaan rintisan (start-up), usaha kecil dan menengah, pengusaha dan pekerja lepas.

 

Dalam segmen perbankan konvensional, bank digital biasanya dioperasikan oleh berbagai atau campuran perusahaan e-commerce, perusahaan teknologi dan telekomunikasi dan perusahaan teknologi keuangan yang bertindak sendiri atau bekerja sama dengan bank yang sudah mapan. Di antara bank-bank digital mandiri terbesar secara global saat ini adalah N26 dari Jerman, Monzo, Starling dan Revolut dari Inggris, Chime dari AS, Tangerine dari Kanada, Nubank dari Brasil, Rapi dari Hong Kong dan WeBank dari Cina.

Pada 2018, volume pasar perbankan digital sekitar 5,2 miliar dolar AS dalam hal aset yang dikelola dan diperkirakan akan mencapai 16,2 miliar dolar AS pada 2025, berdasarkan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 15,3 persen. Namun demikian, industri keuangan Islam sedikit lebih lambat dalam beradaptasi dengan peluang digital aru.

Meskipun sudah ada beberapa bank digital Islam yang telah diluncurkan, mereka tidak sebesar perusahaan konvensional atau yang sudah terkenal. Misalnya, Insha yang merupakan kerja sama dari Bank Partisipasi Turki Albaraka Turk dengan bank Jerman Solaris, dan beberapa lainnya seperti Boubyan Bank. Selain itu, Qatar Islamic Bank sebagai bagian dari transformasi digitalnya telah mengembangkan unit layanan pembiayaan digital sepenuhnya.

Kini, Malaysia berpotensi untuk menyusul yang lainnya dengan layanan perbankan syariah digital, jika Maybank dan CIMB menerima lisensi perbankan digital. Keduanya mendirikan bank Malaysia dengan jendela Islami yang besar yang dilaporkan menerapkan lisensi perbankan digital.

Munculnya perbankan digital juga merupakan peluang bagi bank syariah yang hadir di tengah pertumbuhan industri yang lebih lambat selama tiga tahun terakhir. Terlepas dari 'underbanked' (mendapat akses layanan finansial, tetapi terbatas) dan usaha kecil serta menengah, yang akan menyambut perbankan digital pada fase pertama, ada segmen pelanggan baru yang akan ditangani. 

Dengan peta jalan perbankan digital yang terbuka bagi bank-bank Islam, Malaysia bisa menjadi contoh bagi yurisdiksi Islam lainnya untuk mengeluarkan lisensi perbankan digital. Sebab, negara tersebut memberi sinyal bahwa digitalisasi layanan perbankan bukan lagi program khusus, melainkan kebutuhan komersial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement