REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) meyakini siklus ekonomi dan keuangan Indonesia masih dalam kondisi naik dan belum sampai puncak. Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan BI selalu mencermati siklus ekonomi dan keuangan yang terjadi untuk menentukan arah kebijakan moneter.
"Dalam merumuskan kebijakan kita selalu perhatikan siklus ini," kata dia dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, di Jakarta, Kamis (23/1).
BI melakukan analisis terhadap naik turunnya siklus ekonomi di tingkat global juga domestik. Perry menegaskan siklus ekonomi sudah melewati titik terendahnya dan terus mengalami peningkatan.
Dinamika ekonomi saat ini menunjukkan bahwa perkembangan dari sisi luar dan dalam negeri akan membawa sentimen positif pada siklus ekonomi juga keuangan Indonesia. Perry menjabarkan, sisi luar negeri banyak dipengaruhi naik turunnya komoditas harga dan pola pertumbuhan ekonomi.
"BI memperkirakan siklus ekonomi dunia akan naik, dari semula kami prediksi pertumbuhan ekonomi global 3,1 persen, jadi bisa naik ke 3,2 persen," katanya.
Ini bisa berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan 5-5,1 persen pada 2019 dan 5,1-5,5 persen pada 2020. Selain itu, harga komoditas juga diperkirakan lebih baik pada 2020 dibanding 2019. Aliran modal asing yang sudah besar juga diproyeksi akan terus berlanjut.
"Faktor global ini positif dorong siklus ekonomi Indonesia naik," katanya.
Sementara, sentimen positif dari dalam negeri termasuk konsumsi yang terjaga, investasi infrastruktur yang terus tumbuh, dan juga investasi non bangunan yang terus meningkat. Hal tersebut karena ada kepercayaan (confident) dari dunia usaha.
Perry menyampaikan (confident) tersebut juga datang dari langkah pemerintah untuk dorong investasi. Pemerintah fokus dalam fiskal dan sektor riil. Sejumlah sektor prioritas pemerintah diantaranya pariwisata, UMKM, pertanian, manufaktur, hilirisasi.
Semua kontribusi tersebut dapat mendorong siklus ekonomi Indonesia untuk terus meningkat. BI sendiri mengeluarkan berbagai kebijakan yang bisa mendorong momentum pertumbuhan.
Perry menambahkan stimulus kenaikan dari aliran modal asing tersebut bisa membawa sampai puncak yakni pertumbuhan ekonomi di tingkat 5,5-5,6 persen. Tapi itu pun belum mempertimbangkan kenaikan dari sektor riil yang potensial membawa pertumbuhan lebih tinggi.
Selain itu, siklus keuangan biasanya akan mengikuti siklus ekonomi. Salah satu penyumbangnya adalah permintaan pembiayaan. Dengan siklus yang terus naik, maka BI optimistis pertumbuhan kredit bisa 10-12 persen.
"Sebesar 10-12 persen juga itu belum optimal, kredit akan tumbuh lebih tinggi lagi," kata Perry.
BI mendorong pertumbuhan juga dengan stimulus yang disesuaikan kondisi siklus ekonomi baik di luar dan di dalam negeri. Bisa melalui kebijakan suku bunga acuan, makroprudensial, injeksi likuiditas, maupun operasi moneter.