Selasa 21 Jan 2020 18:07 WIB

PGN Harap DMO Gas Bisa Dorong Pertumbuhan Industri

PGN membutuhkan alokasi khusus untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Gita Amanda
PGN harap DMO gas bisa dorong pertumbuhan industri. Foto pipa gas PGN, (ilustrasi).
Foto: Wikipedia
PGN harap DMO gas bisa dorong pertumbuhan industri. Foto pipa gas PGN, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sepakat atas usulan Domestik Obligation Market (DMO) khusus gas. Harapannya dengan harga dan kuota khusus gas untuk industri ini bisa mendorong pertumbuhan industri kedepan.

Direktur Utama PGN, Gigih Prakoso menjelaskan PGN sendiri memang membutuhkan alokasi khusus untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri. Ia juga menjelaskan dengan adanya harga khusus juga bisa mempermudah kesepakatan antara PGN, Pemasok gas serta Industri sebagai offtaker gas.

Baca Juga

"Kami sangat membutuhkan alokasi khusus untuk memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri khususnya di sektor di industri. Kami sudah hitung untuk industri yang perlu dapat insentif sesuai Perpres 40 ini sebanyak 320 mmfscd adalah kebutuhannya, harapan bisa dipenuhi dari pembelian alokasi khusus DMO," ujar Gigih di Kantor PGN, Selasa (21/1).

Ia juga menjelaskan 320 mmscfd kebutuhan gas tersebut harapannya juga bisa disambut baik oleh industri dengan willingness to pay oleh Industri. Ia mengatakan dengan hal ini maka kepastian usaha juga bisa terjamin.

"Harapannya bisa dipenuhi dari DMO gas dengan harga khusus. Dengan harapannya bisa diterima di industri dengan willingness to pay daripada kemampuan mereka untuk bayar supply gas yg dimaksud," ujar Gigih.

Ia juga memastikan untuk bisa mencapai kesepakatan harga 6 dolar per mmbtu kepada offtaker industri, PGN melakukan kordinasi kepada pemerintah. Ia mengatakan PGN bersama pemerintah berupaya mencari jalan keluar agar harga ini bisa tercapai.

"Kami terus terang sedang diskusi juga dengan Kementerian ESDM untuk upaya agar bisa capai digariskan pemerintah yaitu berikan harga ke industri enam dolar AS per mmbtu," ujar Gigih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement