Senin 20 Jan 2020 13:26 WIB

Pemerintah Diminta Sediakan Alternatif Investasi

Pemerintah perlu mendorong sosialisasi SBN sebagai alternatif investasi masyarakat.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolanda
Surat berharga negara
Foto: Tim Infografis Republika
Surat berharga negara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta memberikan alternatif investasi bagi masyarakat menengah ke bawah. Kalangan masyarakat tersebut dinilai yang paling rentan terjerat investasi bodong. 

"Agar investasi bodong tidak terulang, pemerintah harus memberikan alternatif-altternatif investasi yang bisa dijangkau sampai ke masyarakat lebih bawah," kata Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, Senin (20/1).

Baca Juga

Faisal mengatakan sebenarnya ada banyak instrumen investasi aman dan terjangkau yang bisa menjadi pilihan masyarakat. Sebut saja Surat Berharga Negara (SBN). Namun sosialisasi soal instrumen tersebut dinilai masih minim sehingga kurang dikenal oleh masyarakat. 

Menurut Faisal, investasi-investasi bodong lebih terjangkau oleh masyarakat lantaran pelakunya melakukan pendekatan secara langsung dan memberikan informasi dengan bahasa yang mudah dipahami. Salah satunya menggunakan pengaruh dari figur publik. 

Faisal mengatakan, awareness campaign dari pemerintah seharusnya bisa juga bisa melibatkan publik figur. "Karena memang karakteristik masyarakat yang mudah terpengaruh public figur," tutup Faisal. 

Sebelumnya, investasi Me Miles milik PT Kam and Kam dibongkar Polda Jawa Timur (Jatim) akhir tahun lalu. Investasi dengan skema Ponzi tersebut diketahui tidak berizin meski telah beranggotakan 264 ribu nasabah dan berhasil meraup dana Rp 750 miliar.

Pada akhir tahun lalu, terbongkar juga investasi bodong berkedok koperasi jasa hukum yang dijalankan pengacara Monang Saragih dari Bandung, Jawa Barat. Sebanyak 5.000 orang menjadi korban investasi bodong itu dengan total kerugian Rp 82 miliar.

Sepanjang setahun belakangan, muncul juga kasus investasi bodong bermodus properti syariah dan kebun kurma. Dalam kebanyakan kasus tersebut, para anggota yang menyetor uang dalam jumlah besar tak mendapatkan kembali duit yang mereka investasikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement