Rabu 15 Jan 2020 09:57 WIB

Bisnis Fintech Syariah Belum Bisa Melesat, Ini Penyebabnya

Pertumbuhan bisnis fintech syariah ditargetkan bisa mencapai lima kali lipat

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Nidia Zuraya
Fintech (ilustrasi)
Foto: flicker.com
Fintech (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan financial technology (fintech) berbasis syariah masih memiliki sejumlah kendala dalam berkembang. Beberapa diantaranya adalah kelengkapan infrastruktur pendukung dan literasi masyarakat.

Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), Ronald Yusuf Wijaya menyampaikan peningkatan kapasitas dan infrastruktur pendukung industri akan menjadi fokus tahun ini. Tujuannya, demi mendongkrak pertumbuhan bisnis yang ditargetkan mencapai lima kali lipat.

Baca Juga

"Target kami tahun ini memperbaiki semua infrastruktur untuk mendorong fintech syariah karena memang ini kita alami banget," katanya di Jakarta, Selasa (14/1).

Sejumlah fintech syariah mengalami gap teknologi pada saat pendaftaran ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Contoh yang paling konkret adalah kendala dari bank syariah yang menjadi mitra pendukung tekfin untuk lalu lintas dana.

Ronald menyampaikan belum ada bank syariah BUKU IV sehingga mereka tidak bisa mengeluarkan payment gateway. Sehingga saat ini solusinya fintech syariah bermitra dengan induk bank yang konvensional untuk sinergi teknologi layanan perbankan.

"Kelengkapan layanan ini adalah salah satu kunci buat dapat investor secepatnya, karena dengan seperti itu pencatatan lebih cepat," kata dia.

Menurut Ronald, ini bisa jadi salah satu alasan kenapa fintech syariah belum mendapat modal dari venture capital. Yakni karena infrastruktur teknologi belum begitu mendukung, masih ada satu dua langkah yang perlu dilengkapi.

Ia optimistis setelah infrastruktur rapi maka akan ada banyak fintech syariah yang mendapat dana segar dari venture capital. Selain itu, tingkat literasi yang rendah juga masih menjadi tantangan pertumbuhan fintech syariah.

"Di saat industri fintech ini masih baru, ada lagi tambahan syariahnya, jadi penjelasannya harus ekstra," katanya.

Hingga saat ini, total ada 12 fintech syariah yang bergerak di bidang peer to peer lending (P2P). Ronald menyampaikan lebih banyak fintech syariah masuk dalam kategori Inovasi Keuangan Digital (IKD).

Total penyaluran pembiayaan dari fintech syariah termasuk IKD yakni sekitar Rp 1 triliun pada 2019. Tahun ini, angkanya diproyeksikan tumbuh hingga Rp 5 triliun seiring dengan operasional fintech-fintech syariah yang baru terdaftar menjelang akhir 2019.

Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah menyampaikan nilai akumulasi pembiayaan P2P secara total dari 164 tekfin di Indonesia mencapai Rp 74,54 triliun per November 2019. Nilai tersebut tumbuh 228,88 persen dari Desember 2018 senilai Rp 22,66 triliun.

Kus mengatakan, nilai pembiayaan P2P syariah masih sangat kecil karena belum siapnya ekosistem syariah dan pasar. Pasar Indonesia sangat besar namun pemain fintech syariah masih sedikit.

"Namun untuk memperbanyak, ada terkendala di ekosistem pendukungnya yang belum terhubung jadi belum ready," katanya.

Contoh infrastruktur pendukung untuk fintech misalkan virtual account yang belum semua bank syariah memiliki. Selain itu penyediaan rekening dana lender, digital signature, asuransi, collection, dan lain-lain.

"Kalau ini ready kapasitasnya jadi maksimum, kecepatannya jadi sama (dengan konvensional)," katanya.

Kus memproyeksikan perlu waktu sekitar 1-2 tahun kedepan untuk pematangan market support. Ia yakin jika ekosistem pendukung sudah siap maka pertumbuhannya akan luar biasa eksponensial seiring dengan market besar yang lebih siap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement