REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kantor Staf Presiden (KSP) membuka peluang untuk mencabut aturan pembatasan ukuran kapal tangkap dan kapal angkut yang diizinkan beroperasi. Selama ini, ukuran kapal tangkap ikan yang diperbolehkan berlayar maksimal 150 Gross Tonnage (GT) dan kapal angkut 200 GT.
Aturan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Nomor: D.1234/DJPT/PI.470. D4/31/12/2015 tentang Batasan Ukuran Kapal Ikan.
Akibat peraturan tersebut, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) sempat melaporkan adanya kekurangan unit 'kapal besar' yang beroperasi di Perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Natuna. KNTI pun mengutip data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bahwa terdapat kekosongan kuota kapal sekitar 540 unit di ZEE WPP-RI 711 Natuna.
Padahal dibutuhkan kapal berukuran di atas 100 GT untuk bisa beroperasi hingga ZEE. "Akan ada nelayan-nelayan yang akan dikirim ke sana yang akan berlayar di sana dan saya rasa kita melihat bahwa wilayah laut di sana membutuhkan kapal-kapal di atas 150 GT. Dan itu akan disesuaikan dengan kebutuhan di sana," jelas Deputi Bidang Hukum dan HAM Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani, di kantornya, Senin (13/1).
Meski begitu, KSP belum memberi kepastian terkait adanya rencana revisi aturan ini. Pemerintah juga sedang merancang perbaikan koordinasi pengamanan laut yang akan dituangkan dalam omnibus law.
Aturan ini akan memangkas pasal-pasal dalam 24 Undang-Undang (UU) dan 2 Peraturan Pemerintah (PP) yang dianggap saling tumpang tindih.