Ahad 12 Jan 2020 09:06 WIB

Pengamat: Pengurusan Dokumen Perizinan Masalah Umum Nelayan

Pemerintah perlu jeli melakukan penataan layanan publik, terutama soal perizinan.

Foto aerial kapal nelayan bersandar di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah, Rabu (8/1/2020).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Foto aerial kapal nelayan bersandar di Pelabuhan Tegal, Jawa Tengah, Rabu (8/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menyatakan pengurusan dokumen perizinan perikanan masih menjadi masalah umum yang dihadapi nelayan di Indonesia. Karenanya, pemerintah perlu lebih jeli dalam melakukan penataan pelayanan publik.

"Kendalanya mulai dari kondisi geografis yang memerlukan inovasi pelayanan serta sarana pendukung instalasi online yang kurang memadai," katanya, Sabtu (11/1).

Baca Juga

Selain itu, terdapat pula permasalahan aspek postur seperti jumlah pegawai yang tidak mencerminkan kebutuhan riil yang terdapat di lapangan. Dalam konteks itu, ujar dia, maka Presiden Joko Widodo perlu lebih jeli dalam melakukan penataan pelayanan publik di sektor perikanan.

Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR RI Ono Surono menginginkan perizinan terhadap nelayan yang ingin melaut di kawasan perairan nasional, termasuk di Natuna dapat dipermudah. Ini dilakukan dalam rangka meningkatkan pemberdayaan sumber daya perikanan Nusantara.

Ono Surono mengakui bahwa kapal nelayan yang ingin beroperasi di Natuna juga tak mudah, karena akan beroperasi di atas 25 mil sampai 200 mil sebagaimana ketentuan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif). Sehingga, diperlukan kapal skala besar dan waktu yang lama, serta pelabuhan perikanan yang dapat menampung kapal beserta hasil tangkapannya.

Untuk itu, ujar Ono, ada sejumlah hal yang harus disegerakan untuk diubah. Aturan itu antara lain mengizinkan kembali kapal-kapal perikanan besar yang dahulu izinnya dicabut dengan tetap mengacu pada prinsip milik dan modal murni Indonesia. Selain itu, pemerintah perlu mencabut pelarangan pembangunan kapal perikanan maksimal 150 grosston.

Ia juga mengusulkan untuk memperbanyak kapal pengangkut ikan dan membolehkan untuk melakukan transhipment di tengah laut dengan pengawasan yang ketat. Serta, mengoptimalkan pembenahan Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Natuna untuk bisa beroperasi menampung kapal dan hasil tangkapan nelayan secara maksimal.

Sebagaimana diwartakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan mempercepat proses perizinan dalam rangka mendorong semakin banyak nelayan yang dapat melaut termasuk ke kawasan perairan nasional seperti Laut Natuna guna menjaga kedaulatan NKRI. "Kini mekanisme alur perizinan perikanan tangkap menjadi lebih sederhana," kata Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M Zulficar Mochtar.

Menurut Zulficar, prosesnya menjadi lebih efektif dan efisien bagi pemerintah maupun pelaku usaha. Hal itu, ujar dia, sejalan dengan visi dan misi Presiden Jokowi dalam hal percepatan sistem pemerintahan berbasis elektronik dan reformasi pelayanan publik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement