REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai ekspor komoditas perkebunan ditargetkan menembus angka Rp 1.000 triliun dalam lima tahun ke depan. Saat ini, rata-rata nilai ekspor dari seluruh komoditas perkebunan masih berkisar Rp 300 triliun. Terdapat 13 komoditas saat ini yang akan mulai dipacu untuk menembus pasar global.
Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono menjelaskan bahwa 13 komoditas itu dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok Grasida (Gerakan Peningkatan Produksi, Nilai Tambah, dan Daya Saing) dan nonGrasida.
Tujuh komoditas masuk ke dalam kelompok Grasida yakni kopi, kakao, kelapa, jambu mete, lada, pala, dan vanili. Komoditas-komoditas itu masuk ke dalam kelompok Grasida karena pengembangan produksi dan ekspor yang belum optimal hingga kini.
Adapun enam komoditas lainnya masuk ke dalam kelompok non grasida yakni kelapa sawit, karet, kayu manis, teh, cengkeh, dan nilam. "Nilai ekspor komoditas perkebunan tahun 2019 lalu sekitar Rp 300 triliun. Tahun 2024 kita target nilai ekspor produk dari hulu sampai hilir mencapai Rp 1.000 triliun. Kita akan bahas hibridisasinya," kata Kasdi saat menggelar pertemuan dengan 200 eksportir perkebunan di Kementerian Pertanian, Rabu (8/1).
Kasdi mengatakan, jika saat ini sawit masih mendominasi ekspor komoditas perkebunan. Maka pemerintah ingin agar komoditas lain ikut meningkat. Peningkatan ekspor itu harus diikuti dengan peningkatan produktivitas di dalam negeri dan memerlukan dukungan dari dunia usaha.
"Tentu yang kami siapkan adalah produksinya. Minimal tiga kali lipat meningkat dari saat ini dan diharapkan berimbas pada serapan tenaga kerja," katanya menambahkan.
Karena itu, Kasdi mengatakan bahwa Kementerian Pertanian membuka seluas-luasnya investasi ke sub sektor perkebunan. Pemerintah juga telah menyediakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga rendah enam persen. Fasilitas itu diharapkan dapat diserap secara optimal. Di sisi lain, telah dibentuk 1.000 Komando Strategi Tani atau Kostra Tani di seluruh Indonesia untuk membantu pendampingan dari pusat.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, mengingingkan agar sektor swasta dan masyarakat yang saat ini memegang kendali di lapangan. Pemerintah, lanjut dia, bertugas untuk menyiapkan segala fasilitas yang dibutuhkan oleh para pelaku usaha.
Di satu sisi, Syahrul mengatakan perlu ada upaya diplomasi yang lebih kuat ke seluruh negara mitra dagang. Ia menyebut atas perdagangan dan ekonomi yang menjadi perwakilan Indonesia di luar negeri sudah menyatakan siap untuk membantu upaya diplomasi.
"Kita negara tropis, dan punya prospek perkebunan luar biasa. Kita yakin dunia membutuhkan pasokan kita," kata Syahrul.