Selasa 07 Jan 2020 17:34 WIB

Gugat Uni Eropa, Indonesia Siapkan Langkah Ini

Indonesia menolak diskriminasi yang dilakukan Uni Eropa terhadap produk sawit RI

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menggelar konferensi pers mengenai isu biofuel di WTO di Jakarta, pada Selasa, (7/1).
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menggelar konferensi pers mengenai isu biofuel di WTO di Jakarta, pada Selasa, (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses gugatan Indonesia terhadap Uni Eropa (UE) ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terus berjalan. Kali ini pemerintah telah mengajukan konsultasi ke UE.

"Konsultasi itu bertujuan mendapatkan klarifikasi dan fakta lebih komprehensif dalam rangka memperkuat klaim atau argumentasi Indonesia dalam forum sengketa WTO," ujar Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga kepada wartawan di Jakarta, Selasa, (7/1). Konsultasi tersebut rencananya dilakukan pada akhir Januari mendatang.

Baca Juga

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia menggugat kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation UE. Kebijakan itu dinilai mendiskriminasikan produk kelapa sawit Tanah Air.

"Posisinya adalah, Indonesia menolak segala bentuk diskriminasi karena tidak sejalan dengan prinsip free trade (perdagangan bebas). Kami mempertanyakan, mengapa Uni Eropa yang selama ini katanya mengadvokasi free trade justru malah mem-block salah satu produk, itu yang kita boleh biarkan," tegas Jerry.

Menurut dia, UE seharusnya mengerti dan memahami konsep serta rasionalisasi perdagangan bebas. Dengan begitu bisa bersikap lebih terbuka.

Jerry mengungkapkan, kini pemerintah tengah menyiapkan daftar pertanyaan yang akan menjadi bahan tuntutan Indonesia ke WTO. "Sedang kami siapkan secepatnya. Kami upayakan semua sudah beres dan ready pada minggu ini tanggal 10 Januari atau jumat ini. Berati sudah fix, sudah confirm dan sudah solid semua sehingga kita sudah siap dan semangat untuk membawa ini ke jalur internasional melalui WTO," tuturnya.

Berkaitan dengan koordinasi dan kerja sama lintas sektor antar Kementerian dan Lembaga (K/L), kata dia, semua telah terjalin baik sekaligus berkoordinasi secara intensif. "Mulai dari Kemendag, Kementerian Luar Negeri, dan seterusnya sudah sepakat rohnya di kami, kami sebagai ujung tombak yang akan membahas semuanya dari segi teknis dan juga dari segi konteks serta substansi," jelas Jerry.

Pada kesempatan itu pula Jerry menegaskan, yang dituntut Indonesia lewat WTO ini mengenai diskriminasi produk sawit dalam negeri. Jadi bukan soal retaliasi atau larangan ekspor nikel ke UE.

"Persoalan kelapa sawit tidak ada hubungannya dengan nikel. Sekali lagi saya katakan, ini respon perlaku diskriminatif. Saya ulangi terus, kita tidak bisa menerima perlakuan diskriminatif," tutur Jerry.

Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Pradnyawati menambahkan, bila Uni Eropa setuju, konsultasi akan dilakukan pada Januari 2019. Ia menjelaskan, secara teoritis, konsultasi ini maksudnya kedua belah pihak berunding demi mencari solusi yang saling menguntungkan atau Mutually Agreed Solution (MAS).

"Bila dalam waktu 60 hari setelah konsultasi tidak ditemukan mutually agreed solution. Maka pihak yang menggugat bisa meneruskan tahapan tersebut ke establishment of panel. Setelah itu ditunjuk siapa saja judge-nya dan akan dilakukan dua kali sidang," tutur Prad pada kesempatan serupa.

Ia menyebutkan, jarak antara sidang pertama dan kedua sekitar tiga bulan. "Total semua secara keseluruhan dikasih waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu perkara kurang lebih 1,5 tahun," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement