Selasa 07 Jan 2020 17:11 WIB

Per Akhir Desember 2019, Utang Indonesia Capai Rp 4.779 T

Rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto menjadi 29,8 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Utang (ilustrasi). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2019 mencapai Rp 4.779 triliun.
Foto: Republika/Musiron
Utang (ilustrasi). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2019 mencapai Rp 4.779 triliun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah sampai dengan akhir Desember 2019 mencapai Rp 4.779 triliun. Jumlah tersebut menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 4.814 triliun.

"Turun dari November karena ada pelunasan," kata Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman dalam konferensi pers kinerja APBN 2019 di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/1).

Baca Juga

Dengan total utang pemerintah itu, maka rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 29,8 persen. Rasio ini juga turun tipis dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 29,98 persen terhadap PDB. Artinya, Luky menuturkan, jumlah penarikan utang Indonesia tahun lalu mengalami penurunan. 

Luky menjelaskan, angka tersebut masih terbilang aman. Sebab, nilainya di bawah batas yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang memperbolehkan rasio utang hingga 60 persen dari PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati turut memastikan kondisi utang Indonesia masih dalam batas aman, terutama jika dibandingkan negara-negara lain. Misalnya saja Malaysia, Singapura, FIlipina dan Jepang tercatat rasio utang terhadap PDB-nya sudah tembus di atas 50 persen. "Kalau dibandingkan dengan negara lain kita masih cukup hati-hati," ucapnya. 

Dari catatan Kemenkeu yang dielaborasikan dengan data International Monetary Fund (IMF), rasio utang pemerintah Filipina terhadap PDB adalah 38,9 persen, sementara Malaysia 55,6 persen dan Singapura hingga 11,3 persen. 

Selain itu, Sri menilai, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp 353 triliun atau 2,2 persen terhadap PDB sepanjang 2019 juga masih lebih baik dibandingkan negara berkembang lain. 

Sri memberikan contoh beberapa negara yang mengalami defisit lebih dalam, termasuk India. Negara yang dikenal sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia ini harus menghadapi defisit APBN hingga 7,5 persen, lebih parah dibandingkan tahun 2018 yaitu 6,4 persen. 

"Vietnam pun masih kontraksi 4,4 persen, meskipun pertumbuhannya memang tinggi, sekitar tujuh persen," ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement