Senin 30 Dec 2019 14:58 WIB

Tarif Pesawat Lebih Murah dari Ojol, Garda: Ngawur

Pernyataan bos Garuda dapat menimbulkan salah persepsi di masyarakat.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolanda
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/11/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Pengemudi ojek online menunggu penumpang di kawasan Paledang, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Indonesia menilai pernyataan Plt Direktur Utama PT Garuda Indonesia Fuad Rizal yang membandingkan Tarif Batas Atas (TBA) pesawat terbang dan ojek daring sebagai pernyataan yang tidak tepat. Bos Garuda mengatakan TBA pesawat hanya Rp 2.520 per kilometer (km) untuk setiap penumpang pada pesawat full service carrier, lebih rendah dari TBA ojek online (ojol) Rp 2.600 per kilometer (km).

"Ini merupakan pernyataan ngawur, analisis yang tidak masuk akal, kok tarif pesawat terbang dibandingkan dengan tarif ojek online," ujar Ketua Presidium Nasional Garda Igun Wicaksono di Jakarta, Senin (30/12).

Baca Juga

Igun meminta Fuad menggunakan ilmu statistik yang valid dan rumusan variabel tarif. "Jadi harus peer to peer, artinya tarif pesawat terbang suatu maskapai silakan bandingkan dengan maskapai pesawat terbang lainnya. Memangnya ojol itu pesawat terbang," kata Igun. 

Igun mengatakan dari rumusan variabel tarifnya saja sudah beda, bahan bakarnya pesawat terbang gunakan avtur. Sedangkan ojol gunakan bensin, jarak tempuh ojol dan lama perjalanan juga beda jauh, belum lagi biaya-biaya perawatan antara pesawat dengan ojol sangat beda jauh.

"Maka itu kami nilai pernyataan Plt Dirut Garuda Indonesia sangat ngawur," ucap Igun. 

Igun menilai adanya pernyataan tersebut jadi mengasumsikan pada masyarakat bahwa tarif ojol lebih mahal dari tarif pesawat. Menurut Igun, bagi masyarakat yang paham mengenai analisa variabel tarif yang ngawur ini tidak masalah, namun bagi masyarakat yang tidak paham akan menimbulkan persepsi berbeda, tarif ojol akan dinilai mahal.

"Persepsi ngawur ini sangat merugikan bagi kami driver ojek online dalam mencari nafkah," lanjut Igun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement