Sabtu 28 Dec 2019 08:08 WIB

Sikapi 2020, Induk BTM Gelar Outlook Microfinance

BTM harus menyiapkan langkah-langkah mitigasi risiko secara konkret

Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM)  menggelar outlook 2020.
Foto: Dok BTM
Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) menggelar outlook 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, PEKALONGAN -- Memasuki tahun 2020,  Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM)  sebagai Gerakan Microfinance Muhammadiyah (GMM), melakukan konsolidasi bersama dan sekaligus  evaluasi dan outlook 2020 tentang pengembangan microfinance di Indonesia.  Kegiatan tersebut diadakan di Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (27/12).

Dalam perspektif BTM di  outlook 2020 kali ini, Ketua Induk BTM  Achmad Suud memaparkan  pertama, mensikapi target pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen di tahun 2020. Ini   menjadikan perhatian serius bagi pelaku keuangan mikro di Indonesia.

“Hal ini diprediksikan akan menyebabkan rendahnya tingkat konsumtif serta daya beli masyarakat,” kata Achmad Suud dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Anomali dan probabilitas tersebut, kata dia, harus   disikapi dengan  bijak oleh pelaku lembaga keuangan mikro khususnya adalah BTM dalam pengembangan keuangan mikro ke depan. 

Menurutnya,  BTM harus menyiapkan langkah-langkah mitigasi risiko secara konkret, sehingga bisnis-bisnis keuangan mikro di Muhammadiyah bisa terjaga secara prudent. Selain itu, BTM akan mendorong terbentuknya ekosistem ekonomi mandiri pada diri anggotanya yang terdiri dari komunitas Muhammadiyah dan masyarakat dengan pendekatan  financial engineering. “Kebijakan itu akan kami lakukan sebagai upaya dalam menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tutur Suud.

Kedua, Induk BTM dalam evaluasinya   meminta kepada pemerintah untuk serius mengembangkan ekonomi  trickle down effect (efek menetes ke bawah). “Sejauh ini konsep ekonomi tersebut dikenal dalam rangka mengatasi kemiskinan dan keterbelakangan,” ujarnya. 

Melalui  trickle down effect, diharapkan agar praktik ekonomi yang berjalan memiliki efek terhadap kegiatan ekonomi yang memiliki lingkup yang lebih kecil. Tapi dalam kenyataanya, konsep ekonomi  yang bagus tersebut sulit untuk diwujudkan.

Keperpihakan pemerintah  terhadap pelaku ekonomi kecil relatif  kurang. Pemerintah  lebih memilih para konglomerat. Hal itu tak lepas dari kebijakan-kebijakan politik transaksional yang berbasis oligarki kekayaan yang menjadikan orientasi pembangunan kesejahteraan terjebak pada retorika saja.

Problema itulah yang kini menjadikan  kesenjangan sosial atau gini ratio semakin membesar. Apalagi fakta yang  berlaku adalah trickle up effect memperlihatkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin menjadi miskin. “Jelas hal ini jauh dari ekonomi konstitusi yang diamanatkan dalam undang – undang,’ tuturnya.

Ketiga, Induk BTM menyayangkan sikap legislatif dan pemerintah di tahun 2019  yang sangat ego sektoral dengan tidak mengesahkan undang – undang koperasi baru sebagai pengganti UU No 25 Tahun 1992 yang sudah tidak relevan lagi. Dengan demikian nampak jelas apabila pemerintah dan legislatif sejauh ini tidak sensitif terhadap kepentingan masyarakat dan gerakan pegiat koperasi. “Kami berharap di tahun 2020 perjuangan pengesahan UU Koperasi bisa dilanjutkan  kembali sehingga semangat berkoperasi adalah role dalam jihad ekonomi konstitusi,”jelas Ketua Induk BTM. 

Keempat Induk BTM meminta kepada pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin untuk serius dalam membuat teroboson baru dalam pembangunan UMKM sebagai kebijakan ekonomi nasional. “Apalagi sebagian besar pelaku usaha di tanah air adalah UMKM, dengan kebijakan pembangunan UMKM sebagai bukti konkrit pemerintah Indonesia berpihak kepada rakyat,” tuturnya 

Kelima, melihat situasi kondisi ekonoini yang penuh dengan dinamika terkait pengembangan BTM, Induk BTM mengajak kepada seluruh jaringan BTM nasional untuk menata diri lebih tertib dan profesional. Berharap kepada semua pimpinan Muhammadiyah di semua level, agar memiliki perhatian pengembangan BTM, sesuai dengan tingkatannya dan mendorong kerja sama serta sinergi Amal Usaha Muhammadiyah dengan BTM, sehigga tercipta pengeloaan keuangan Amal Usaha Muhammadiyah secara selektif, efesien, serta halal. Dengan demikian,  kontribusi Amal Usaha Muhammadiyah terhadap persyarikatan lebih terencana, terukur dan optimal.

Achmad Suud juga menambahkan  sebagaimana dalam rekomendasi Muhammadiyah Microfinance Summit 2019 di Pekalongan – Jawa Tengah.   salah satu pointnya adalah untuk meningkatkan peran dan fungsi BTM sebagai pusat keuangan Muhammadiyah serta strategi berkelanjutan keuangan mikro, Induk BTM bersama kekuatan komponennya akan terus membangun tatakelola manajemen bisnis baru sebagai bagian dari itjihad ekonomi dan sekaligus menjawab industri digital 4.0.

“Itulah sikap dan kajian kami dalam evaluasi dan outlook 2020 tentang pengembangan microfinance di Indonesia,” tegasnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement