REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dinilai positif karena berani memutuskan untuk tidak lagi meneruskan wacana ekspor benih lobster. Sebaliknya, ia lebih memilih untuk fokus membudidayakan lobster hingga cukup besar untuk dikonsumsi atau diekspor.
Menteri Edhy saat menemui nelayan dan pembudidaya lobster di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada hari ini, Kamis (26/12), menyatakan bahwa wacana ekspor benih lobster tinggal cerita. Hal itu diungkapkan Edhy setelah ia meninjau kawasan pembudidayaan lobster di Lombok yang merupakan hasil jerih payah dari kalangan pembudidaya yang terdapat di daerah tersebut.
Menteri Edhy menuturkan, untuk regulasi terkait larangan ekspor benih lobster, kepiting dan rajungan, nanti yang bakal dievaluasi hanya yang terkait dengan langkah pembudidayaan dan penangkapan. Selain itu, ujar dia, perlu pula pengaturan untuk pembudidayaan lobster karena bila telah dikembangkan secara massif maka kemungkinan akan ada potensi penyakit.
"(Keputusan menghentikan wacana ekspor benih lobster) itu positif. Artinya Menteri Kelautan dan Perikanan mendengar input para pihak dan menyudahi kontroversi yang berkembang dua minggu ini," kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch(DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan di Jakarta, Kamis (26/12).
Menurut Abdi Suhufan, kontroversi seputar wacana ekspor benih lobster selama ini dinilai tidak produktif. Untuk lebih mengembangkan pembudidayaan ekspor lobster, ia menyarankan Menteri Edhymemberikan insentif kepada pembudidaya lobster agar kegiatan tersebut dapat berkembang di dalam negeri tanpa melakukan ekspor benih.
Abdi memaparkan sejumlah insentif yang dapat diberikan antara lain terkait bantuan teknis serta menempatkan petugas atau staf KKP yang memahami teknik budidaya guna memberikan pendampingan kepada kelompok pembudidaya.
Sementara itu, pengamat perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengingatkanKKPtidak terburu-buru melakukan kajian terkait dengan regulasi untuk komoditas lobster.
"Tidak perlu terburu-buru sepanjang basis argumentasi dan peta jalan pemanfaatannya dihadirkan terlebih dahulu," kata Abdul Halim.
Menurut Halim, sejumlah pertanyaan yang perlu diajukan dalam kajian itu adalah terkait kenaikan stok lobster, di mana saja sebarannya, serta sejauh mana tingkat pemanfaatannya untuk usaha pembesaran di berbagai sentra budi daya lobster.
Dalam konteks itu, ujar dia, sebaiknya Menteri Kelautan dan Perikanan menahan diri dan melakukan kajian di internal KKP dengan melibatkan para ahli yang kredibel dalam rangka menghadirkan kepastian usaha perikanan yang berujung pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Ia juga berpendapat, hal yang harus dihadirkan pada saat ini adalah tata kelola perikanan berkelanjutan dan bertanggungjawab, bukan tata kelola perikanan yang serba terburu-buru serta asumtif dan eksploitatif.