Rabu 25 Dec 2019 14:48 WIB

Jangan Salahkan Perusahaan yang Sahamnya Dibeli Jiwasraya

Jiwasraya banyak melakukan investasi pada saham berisiko tinggi demi keuntungan besar

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Petugas melintas di depan logo PT Asuransi Jiwasraya.
Foto: Republika/Wihdan
Petugas melintas di depan logo PT Asuransi Jiwasraya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat pasar modal, Teguh Hidayat, menyebut permasalahan yang membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero) murni disebabkan adanya penyimpangan pengelolaan investasi. Menurutnya, permasalahan tersebut tidak ada hubungannya dengan pemilik perusahaan yang sahamnya ditempatkan dalam berinvestasi.

"Jiwasraya beli banyak saham dari yang blue chip sampai gorengan, bukan berarti karena ada hubungan dengan perusahaan yang sahamnya dibeli tersebut. Kita nggak bisa salahkan perusahaan yang sahamnya dibeli," kata Teguh kepada Republika.co.id, Rabu (25/12).

Baca Juga

Seperti diketahui, Jiwasraya telah banyak melakukan investasi pada aset-aset berisiko tinggi untuk mengejar keuntungan tinggi. Direksi lama diketahui menempatkan dana nasabah pada saham-saham gorengan. Tujuannya, untuk mempercantik laporan keuangan perusahaan yang sebenarnya mengalami kerugian.

Teguh menjelaskan, faktor utama kasus gagal bayar di Jiwasraya lebih disebabkan karena perusahaan mengeluarkan produk unit link JS Saving Plan pada 2013 lalu. Produk ini menawarkan bunga yang cukup tinggi dikisaran 6,5 persen hingga 10 persen.

Menurut Teguh, produk unit link  yang ditawarkan Jiwasraya ini sangat berisiko lantaran bersifat tetap. Artinya, Jiwasraya harus tetap membayarkan bunga sebesar 6,5 sampai 10 persen meskipun hasil investasi di pasar saham sedang turun.

"Padahal produk unit link biasanya tidak menawarkan bunga fix, melainkan tergantung hasil investasi. Namanya saham bisa naik bisa turun. Kalau hasil investasi bagus bisa besar kalau lagi turun bisa kecil," terang Teguh.

Teguh mengakui, pada tahun awal produk JS Saving Plan diterbitkan tepatnya di 2014, kondisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sedang baik atau naik 22,3 persen. Namun, pada 2015 IHSG anjlok hingga 12 persen. Perusahaan pun mengalami kerugian dan harus tetap membayar bunga ke nasabah.

Pada kondisi ini, menurut Teguh, Jiwasraya seharusnya menyetop penjualan produk JS Saving Plan. Namun, perusahaan tetap melanjutkan penjualan dan mulai berinvestasi ke sah-saham gorengan untuk mengakali laporan keuangan.

Menurut Teguh, terjadinya kasus gagal bayar di Jiwasraya ini juga disebabkan karena adanya faktor kelalaian dari regulator dalam mengawasi industri asuransi. Dia melihat, kasus Jiwasraya serupa dengan permasalahan yang menimpa PT Minna Padi Aset Manajemen yang menjanjikan tingkat imbal hasil investasi tetap kepada calon investor.

"Selama ini regulator hanya fokus mengawasi aset menejemen. Padahal asuransi juga banyak yang seperti itu. Ada kelalaian regulator juga disini," kata Teguh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement