Rabu 18 Dec 2019 07:06 WIB

Menteri Edhy: Benih Lobster Bertahan tak Lebih dari 1 Persen

Menteri Edhy mendorong perguruan tinggi untuk riset pembesaran benih lobster.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Teguh Firmansyah
Benih lobster (ilustrasi).
Foto: dok. KKP
Benih lobster (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meyakini perguruan tinggi merupakan solusi menyelesaikan persoalan kualitas sumber daya manusia serta pengembangan riset untuk diterapkan di sektor kelautan dan perikanan.

Hal ini disampaikan Edhy saat audiensi dengan Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan Indonesia (FP2TPKI) dalam rangka memperkuat pembangunan kelautan dan perikanan nasional yang inklusif dan berkelanjutan di Jakarta, Senin (16/12).

Baca Juga

"Contoh, salah satunya mengenai riset pembesaran benih lobster, di mana kelompok penangkap benih lobster ada di setiap daerah dari NTB, NTT, Jawa Tengah, Sumatera sampai ke Sulawesi Tenggara," ujar Edhy.

Kelompok ini, kata Edhy, menggantungkan hidupnya dari menangkap benih lobster. Edhy menilai perlu adanya jalan keluar atas adanya kebijakan pelarangan menangkap benih lobster untuk diekspor. Sehingga mereka yang terdampak, tetap punya pekerjaan.

Edhy menyebut benih lobster yang bisa bertahan hidup tidak lebih dari satu persen.

"Kalau begini, apa kita akan menyerahkan alam begitu saja Tuhan yang ngurus? Untuk apa adanya ahli-ahli di perikanan? Kenapa tidak kita kembangkan? Kalau belum sampai ke budidaya, minimal pembesaran saja dulu," ucap Edhy.

Edhy mengambil contoh Vietnam yang telah berhasil melakukan upaya pembesaran benih lobster dengan tingkat kelangsungan hidup (survival rate/SR) hingga 70 persen meskipun untuk beberapa jenis lobster baru mencapai 40 persen.

"Intinya buatan Tuhan dibesarkan melalui tangan manusia dengan ilmu dan pengetahuan yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita. Inilah yang ingin kami dorong," ungkap Edhy.

Edhy menjelaskan, penangkapan benih lobster di alam ini tentunya juga tidak akan dibiarkan begitu saja, melainkan melalui pengaturan dan pembatasan dengan memperhatikan konsep kelestariannya di alam. Termasuk dengan menerapkan kewajiban restocking dalam jumlah tertentu lobster yang sudah berhasil dibesarkan ke alam.

Edhy mengatakan, berdasarkan arahan presiden, sektor perikanan budidaya memang tengah digalakkan, baik untuk komoditas udang, patin, kerapu, dan sebagainya. Untuk itu, Edhy mendorong perguruan tinggi untuk langsung melakukan praktik budidaya ini, bukan hanya berupa penelitian, tetapi sudah berupa pelaksanaan.

"Perguruan tinggi dapat terlibat untuk mendorong budidaya intensif bahkan supra intensif guna meningkatkan pendapatan pembudidaya," lanjut Edhy.

Edhy mencontohkan, pembudidaya udang vaname tradisional hanya bisa menghasilkan 1 ton udang di 1 hektar lahan dalam satu kali panen. Sementara itu, dengan luasan lahan yang sama, menggunakan sistem budidaya supra intensif, pelaku usaha budidaya di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan dapat menghasilkan udang vaname hingga 150 ton dalam sekali panen.

Di sisi lain, kata Edhy, konservasi tetap menjadi prioritas kita. Menurut Edhy, hingga 2024, pemerintah telah menargetkan 33 juta hektar lahan konservasi. Namun saat ini baru terealisasi 22,68 juta hektar yang terdiri dari 195 kawasan konservasi laut. Ada pun 10 daru jumlah tersebut dikelola oleh KKP.

"Kami mengajak kampus, ayo sekarang apa yang kamu bisa lakukan. Konservasi tidak hanya untuk menjaga tapi juga harus ada pemanfaatan, misalnya dipakai untuk wisata karena wisata ini termasuk salah satu andalannya Pak Presiden di samping agriculture dan aquaculture," lanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement