Selasa 17 Dec 2019 23:10 WIB

Format-P: Ekspor Benih Lobster Hanyalah Desakan Pengusaha

Format-P menilai perizinan ekspor benih lobster tak mendesak

Rep: Mabruroh/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Benih lobster akan siap dilepaskan ke laut (ilustrasi)
Foto: dok. KKP
Benih lobster akan siap dilepaskan ke laut (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Koordinator Forum Masyarakat Adat Pesisir seluruh Indonesia (FORMAT-P), Bona Beding, mempertanyakan urgensi pemerintah terkait perizinan ekspor benih lobster. Bona justru curiga, ada desakan dari para pelaku usaha yang coba mengatasnamakan nelayan.

“Apa urgensitas yang sedemikian mendesak hingga kebijakan melegalkan ekspor benih lobster itu? Memicu dan memacu pendapatan negara dari sektor kelautan?” tanya Bona, Selasa (17/12).

Baca Juga

Dalam kacamatanya, ada hal lain yang lebih mendesak untuk diperhatikan oleh pemerintah dalam hal ini KKP terkait perlindungan terhadap nelayan-nelayan kecil dan masyarakat adat pesisir yang terdampak dari pelbagai kebijakan yang tumpang tindih dari kementerian-kementerian lainnya. Sehingga ia menyarankan, apabila kebijakan ekspor dipaksakan untuk dilaksanakan hanya karena keperluan bisnis, sebaiknya dipikirkan ulang.

Nelayan lanjut dia, pada prinsipnya tidak mengharapkan, apalagi membutuhkan kebijakan tersebut. Bona justru curiga, kebijakan tersebut justru lahir karena ada desakan pihak pengusaha yang punya kepentingan bisnis di balik kebijakan tersebut.

“Menguntungkan nelayan? Pasti tidak, Sesuai harapan para nelayan? Jauh panggang dari api!” ujarnya.

Jika alasan ekspor karena nilai jualnya tinggi. Menurutnya justru biarkan lobster-lobster tersebut tumbuh dewasa hingga memiliki nilai jual yang semakin tinggi.

 

“Kalau nilai jualnya tinggi ya dibiarkan bertumbuhkembang hingga besar pastilah nilai jualnya lebih tinggi? Masa jual benihnya dengan harga murah lalu kita beli lobster besar dengan harga murah?” katanya.

“Ironinya kira-kira sama dengan analogi begini: Ibarat kita menanam pisang, kemudian buahnya dijual dengan harga murah. Lalu kita pergi beli pisang gorengnya dengan harga jual yang pasti jauh lebih mahal,” sambungnya.

Oleh karenanya, kata dia, kebijakan tersebut tidak masuk akal ketika nelayan Indonesia harus menjual bibit lobster dengan harga murah. Lalu suatu saat setelah lobster itu besar dibeli kembali dengan harga mahal.

“Bodoh itu ternyata sederhana sekali. Jangan-jangan ada argumen ikutan yang mengklaim bahwa lobster akan punah, sebagaimana di kampung saya, Lamalera-Lembata, NTT yang dikenal dengan tradisi menangkap ikan paus yang mau dilarang karena alasan kepunahan. Benarkah demikian juga lobster akan punah? Tentu tidak,” ungkapnya.

Menurut Bona, alam mempunyai cara tersendiri untuk menjaga keseimbangan. Bagi para nelayan, Tuhan dan alam sudah mengaturnya.

“Keseimbangan itu tidak akan goyah. Dia hanya bisa goyah dan dirusak oleh keserakahan manusia itu sendiri dengan kerakusan yang merajalela, yang mau menguasai hanya atas nama monopoli, kapitalisme, uang yang kalo diperhalus menjadi atas nama ekonomi,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement