REPUBLIKA.CO.ID, KUTAI KARTANEGARA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut buka suara soal polemik rencana pembukaan keran ekspor benih lobster atau benur. Jokowi memandang, kebijakan terkait ekspor benur harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan juga pemanfaatan ekonomi bagi nelayan. Menurutnya dua aspek tersebut harus seimbang, tak boleh berat sebelah.
"Yang paling penting menurut saya negara mendapat manfaat, nelayan mendapatkan manfaat, lingkungan tidak rusak. Yang paling penting itu. Nilai tambah ada di dalam negeri. Apa lagi?" ujar Jokowi usai meresmikan Tol Balikpapan-Samarinda, Selasa (17/12).
Presiden Jokowi memang tidak memberi jawaban lugas apakah dirinya pro terhadap ekspor benih lobster atau tidak. Namun, Jokowi menegaskan bahwa perhitungan ekspor atau tidak terhadap komoditas benur harus melihat sisi ekonomi dan lingkungan.
"Keseimbangan itu yang penting. Bukan hanya bilang jangan, ndak. Mestinya keseimbangan itu yang diperlukan. Jangan juga awur-awuran semua ditangkapin diekspor, itu juga enggak benar," kata Jokowi.
Jokowi pun meyakini, pakar-pakar perikanan sudah memiliki pandangan yang objektif terkait wacana dibukanya keran ekspor baby lobster. Bagi Jokowi, kebijakan yang dikeluarkan nantinya tak boleh mengabaikan kelestarian lingkungan. Di sisi lain, Jokowi pun menaruh perhatian terhadap upaya menekan penyelundupan benur ke luar negeri.
"Tidak diekspor awur-awuran, tapi juga nelayan mendapat manfaat dari sana. Nilai tambah ada di negara kita," kata Jokowi.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tak mempermasalahkan kritikan yang datang dari mantan menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, terkait rencana dibukanya kembali keran ekspor benih lobster. Menurut Edhy, kritikan bisa datang dari mana saja dan hak Susi untuk menyampaikan pendapat.
"Oh itu hak bicara, jadi biar saja," kata Edhy singkat di Istana Negara, Senin (16/12).
Edhy memang berencana merevisi aturan larangan penangkapan dan ekspor benih lobster. Adapun, Susi adalah menteri yang menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 56 Tahun 2016, tentang Larangan Penangkapan dan atau Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Rajungan dari Indonesia.
Aturan inilah yang akan direvisi oleh Edhy Prabowo. Ia beralasan, dengan membebaskan ekspor benih lobster dengan ketetapan aturan, maka akan menurunkan nilai jual dari ekspor ilegal.
Edhy menyatakan, dengan membuka keran ekspor benih lobster dengan terstruktur akan meningkatkan nilai tambah masyarakat yang hidupnya bergantung pada penjualan benih lobster.
Alasan yang diutarakan oleh Edhy bertolak belakang dengan yang pernah disampaikan Susi saat ia masih menjadi menteri. Menurut Susi, jika benih lobster atau benur dibiarkan hidup di laut bebas, bisa bernilai sangat tinggi saat lobster dewasa ditangkap nelayan di masa mendatang. Di sisi lain, saat nelayan Indonesia hanya menjual benih lobster, petambak Vietnam justru diuntungkan karena bisa mengekspor lobster dewasa.
Kami ingin mendengarkan dari semua sisi. Mempelajari bersama dengan berbagai stakeholder, setelah itu akan kami sampaikan hasil rekomendasinya. Saat ini masih belum ada kebijakan yang diambil, masih kami kaji.
Kelestarian lingkungan dan mata pencaharian harus berjalan beriringan pic.twitter.com/yGvKCMSelV
— Edhy Prabowo (@Edhy_Prabowo) December 16, 2019