Jumat 13 Dec 2019 15:56 WIB

Due Dilligence Lima Investor Jiwasraya Selesai Desember

Kelima investor Jiwasraya diharapkan dapat memulai penawarannya pada Januari 2020.

Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menargetkan proses uji tuntas (due dilligence) lima investor yang berminat menyuntikkan modal di anak usaha PT Asuransi Jiwasraya, yakni PT Jiwasraya Putra, dapat selesai pada Desember 2019. Kartika mengatakan lima investor itu terdiri dari empat investor asing dan satu investor domestik.

Jika uji tuntas selesai Desember 2019, maka kelima investor itu diharapkan dapat memulai penawarannya pada Januari 2020. "Mungkin Desember 2019 ini (selesai), Januari kasih bid (penawaran) ya. Semoga Desember sudah selesai," ujar dia di sela-sela acara Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), di Jakarta, Jumat (13/12).

Baca Juga

Namun Kartika masih enggan mengungkapkan siapa saja investor yang tertarik masuk ke Jiwasraya tersebut.

Seperti diketahui, pencarian investor ke anak usaha yakni Jiwasraya Putra, menjadi salah satu opsi untuk menyelamatkan induk usaha Asuransi Jiwasraya yang sedang terbelit masalah keuangan. Jiwasraya membutuhkan tambahan modal untuk membentuk arus keuangan (cashflow) yang positif serta membayar tunggakan klaim polis.

Pendirian Jiwasraya Putra sudah disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jiwasraya Putra memang sengaja dibentuk untuk menyokong keuangan induk usahanya. Anak perusahaan ini sudah diberikan konsesi untuk menangani (cover) asuransi-asuransi beberapa BUMN.

Berdasarkan materi presentasi Rapat Dengar Pendapat Jiwasraya dengan DPR, Jiwasraya membutuhkan dana Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (risk based capital) sesuai ketetapan otoritas yakni 120 persen.

Jiwasraya juga tercatat memiliki ekuitas yang negatif karena beberapa penyebab, di antaranya perusahaan banyak melakukan investasi pada aset berisiko untuk mengejar imbal hasil tinggi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement