REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potensi kerja sama lindung nilai atau hedging syariah dari Bank Muamalat kepada PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) atau Indonesia Commodity (INACOM) mencapai Rp 200 miliar. Direktur Keuangan dan Umum INACOM, Heryanto Eko Purnomo menyampaikan plafon yang diberikan dari Bank Muamalat sebesar 13-14 juta dolar AS.
"Plafon hedging kita dapatkan sebesar 13-14 juta dolar AS atau setara sekitar Rp 200 miliar per periode, bisa digunakan semua maupun tidak," katanya usai peresmian kerja sama di Muamalat Tower, Kamis (5/12).
Ia menyampaikan ini merupakan fasilitas lindung nilai pertama yang digunakan INACOM dalam bisnis. Perusahaan yang dulunya menjadi anak usaha PTPN itu belum pernah menggunakan hedging sebelumnya, bahkan di konvensional.
Menurut Heryanto, pemilihan hedging syariah dari Bank Muamalat karena bank memiliki layanan yang lengkap. Termasuk kantor cabang di Malaysia yang menjadi salah satu pasar ekspor INACOM.
Direktur Sales and Operations INACOM, Rahmat Akmal menyampaikan kebutuhan akan produk hedging meningkat seiring dengan penjualan yang juga naik signifikan. Produk hedging yang lengkap dan cepat menjadi layanan yang ditunggu.
"Meningkatnya penjualan per bulan membawa risiko nilai tukar juga, sehingga hedging menjadi urgensi bagi kita," katanya.
Volume penjualan INACOM meningkat dari di bawah 100 ribu ton pada 2018 menjadi ratusan ribu ton pada 2019. Pendapatan usaha juga meningkat cukup signifikan dari sekitar Rp 678 miliar pada 2018, hingga Rp 3 triliun per kuartal III 2019.
Pendapatan usaha di akhir tahun diperkirakan mencapai Rp 3,5-3,7 triliun. Meningkatnya pendapatan ini merupakan imbas perluasan bisnis INACOM yang tadinya hanya bursa atau agen komoditas menjadi pelaku trading komoditas.
Mayoritas ekspor INACOM adalah crude palm oil (CPO) sekitar 90 persen dan karet. Pasar ekspornya tidak hanya Malaysia, tapi juga India, hingga ke Afrika. Sementara untuk produk teh mayoritas diekspor ke Eropa.