Kamis 05 Dec 2019 00:45 WIB

Makin Parah, Pemanasan Global akan Pecahkan 'Rekor' Baru

Emisi karbondioksida mencapai 36,57 miliar ton memperparah pemanasan global.

Rep: Adysa Citra Ramadhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Pemanasan global menyebabkan suhu bumi bertambah panas dan es di kutub terus menipis.
Foto: EPA
Pemanasan global menyebabkan suhu bumi bertambah panas dan es di kutub terus menipis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Pemanasan global diprediksi akan memecahkan 'rekor' baru pada 2019. Emisi karbon dioksida dari pembakaran bahan bakar fosil berperan besar dalam perburukan kondisi pemanasan global ini. Semakin banyak minyak dan gas alam yang digunakan, semakin meningkat pula tingkat emisi yang dihasilkan.

Sekitar 36,8 miliar metrik ton karbon dioksida (CO2) dari emisi bahan bakar fosil diperkirakan akan 'membanjiri' atmosfer pada akhir 2019. Angka ini meningkat dibandingkan pada 2018 lalu yang berkisar di 36,57 miliar ton.

Baca Juga

Berdasarkan laporan dalam Environmental Research Letters 2019, total emisi CO2 masih mengalami peningkatan secara global. Salah satu yang mendorong peningkatan ini adalah penggunaan bahan bakar fosil.

"Pelepasan CO2 dari pembakaran batu bara menurun, tapi peningkatan dalam penggunaan gas dan minyak alam menghasilkan emisi yang lebih banyak dibandingkan penurunan emisi dari industri batu bara," ungkap ilmuwan lingkungan dari Stanford University Rob Jackson, seperti dilansir Science News.

Sebagai perbandingan, penggunaan batu bara secara global mengalami penurunan sekitar 0,9 persen pada 2019. Sedangkan di Amerika Serikat dan Uni Eropa, penggunaan batu bara mengalami penurunan 10,5 persen dan 10 persen. Akan tetapi, penggunaan minyak dan gas alam di dunia mengalami peningkatan sebesar 0,9 persen dan 2,6 persen. Peningkatan penggunaan minyak dan gas alam ini menutupi manfaat yang dihasilkan dari penurunan penggunaan batu bara secara global.

Beberapa negara sebenarnya sudah mulai beralih ke sumber energi terbarukan. Di Amerika Serikat misanya, pembangkit listrik tenaga angin meningkat sekitar delapan persen dari 2018 ke 2019. Di masa yang sama, pembangkit listrik tenaga surya juga turut meningkat sekitar 11 persen.

Sayangnya, tren yang mulai bertumbuh di sejumlah negara ini belum cukup untuk membendung emisi global yang berperan besar dalam menentukan perubahan iklim, mencairnya es di kutub dan meningkatnya badai.

"Sebagian besar sumber energi terbarukan yang dibangun saat ini tidak menggantikan bahan bakar fosil dan batu bara, sumber-sumber energi terbarukan itu hanay menambah energi baru," ucap Jackson.

Di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa, emisi CO2 memang mulai mengalami penurunan sekitar 1,7 persen. Akan tetapi emisi CO2 masih meningkat di Cina, India dan di banyak negara berkembang di dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement