REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Keberadaan petani milenial di sektor pertanian di Jawa Tengah (Jateng) mampu menciptakan inovasi. Baik untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi pangan.
Termasuk dalam hal inovasi memasarkan produk-produk pertanian dan perkebunan unggulan hingga menembus pasar internasional, di mancanegara.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan provinsi Jawa Tengah, Suryo Banendro mengatakan, jumlah petani milenial sebanyak 975.600 orang, atau mencapai 33,7 persen dari jumlah 2,88 juta petani di Jawa Tengah.
"Sedangkan 57.600 orang di antara 975.600 petani milenial tersebut merupakan para lulusan sarjana," tegas Suryo di Semarang, Rabu (4/12).
Ia mengungkapkan, kehadiran petani milenial yang konsen pada 22 komoditas hortikultura, tanaman pangan dan hasil perkebunan mampu membawa angin segar pada pengembangan sektor pangan. Dari beberapa komoditas tersebut, kopi ptoduk perkebunan Jawa Tengah masih menjadi produk yang paling diminati oleh pasar mancanegara.
"Bahkan, kopi hasil produksi Jawa Tengah sudah memiliki sembilan negara tujuan ekspor, yakni Mesir, Italia, Georgia, Jepang, Iran, Uni Emirat Arab, Spanyol, Korea Selatan dan Taiwan," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Suryo, perlu dikelola sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas, inovatif dan adaptif terhadap perkembangan teknologi demi memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Sebab kehadiran petani milenial telah terbukti cukup berkontribusi dalam mendorong masuknya komoditas pertanian Jawa Tengah ke pasar internasional.
Hingga September 2019 lalu, nilai ekspor produk pertanian Jawa Tengah total trlah mencapai angka Rp 2,51 triliun. Adapun komoditas yang diminati pasar internasional selain kopi antara lain kedelai edamame, petai, jengkol, kapulaga, kacang- kacangan, beras hitam, daun cincau dan gula merah.
Bahkan margarin asal Jawa Tengah pun rutin diekspor ke Australia, Malaysia, Srilanka dan Bangladesh. "Juga sarang burung walet juga memberi porsi dengan nilai ekspor hingga Rp 4,2 miliar," jelasnya.