Senin 02 Dec 2019 12:04 WIB

Menteri BUMN Hadiri Rapat Kerja Perdana dengan DPR RI

Rapat kerja perdana ini setelah lima tahun terakhir diwakili oleh Menteri Keuangan.

Menteri BUMN Erick Thohir ketika mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri BUMN Erick Thohir ketika mengikuti rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Erick Thohir tiba untuk menghadiri langsung rapat kerja (raker) perdana dengan DPR RI yang sebelumnya sempat terputus dan tidak dihadiri langsung oleh Menteri BUMN selama empat tahun terakhir. Agenda rapat kerja perdana Menteri BUMN dengan DPR RI tersebut digelar di Ruang Rapat Komisi VI pada Senin (2/12) pukul 10.00 WIB.

Pantauan Antara di lapangan, beberapa jajaran dari perusahaan BUMN dan Kementerian BUMN, seperti Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Selain itu, jajaran dari Hutama Karya juga telah hadir di Gedung Nusantara I, Jakarta.

Rapat kerja perdana antara Erick Thohir dengan Komisi VI DPR RI membahas agenda penyertaan modal negara pada Badan Usaha Milik Milik negara Tahun Anggaran 2019 dan 2020. Namun sebagai informasi, rapat kerja antara Menteri BUMN dan Komisi VI DPR RI kali ini merupakan rapat pertama kali yang dihadiri langsung oleh Menteri BUMN. Sebelumnya, rapat sempat terhenti dan harus diwakili Menteri Keuangan selama lima tahun terakhir.

Sebelumnya hubungan komunikasi Menteri BUMN periode sebelumnya dengan Komisi VI DPR sempat terganggu sehingga pada beberapa kali Rapat Kerja DPR dengan Kementerian BUMN diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pencekalan tersebut bermula dari hasil Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II yang dibentuk oleh DPR RI, pada akhir Desember 2015.

Salah satu butir hasil pansus itu merekomendasikan ke Presiden Jokowi agar memberhentikan Menteri BUMN tersebut dari posisi Menteri BUMN dan melarangnya mengikuti segala rapat di DPR. Belakangan, Komisi VI melunak dan merekomendasikan pencabutan surat pencekalan kepada pimpinan DPR saat itu namun hingga kini belum mendapat respons.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement