Jumat 29 Nov 2019 16:51 WIB

Kejam! Garam Petambak Cuma Dihargai Rp 150 per Kg

Harga garam di tingkat petani ini merupakan yang terendah sepanjang tahun ini.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Friska Yolanda
Petani memanen garam di Losarang Indramayu, Jawa Barat, Kamis (1/8/2019).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petani memanen garam di Losarang Indramayu, Jawa Barat, Kamis (1/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Harga garam lokal di tingkat petambak di Kabupaten Indramayu semakin merosot. Sejumlah petambak bahkan memilih menelantarkan lahannya karena hasil yang diperoleh tak bisa menutup modal yang dikeluarkan.

Salah seorang petambak garam di Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Robedi, menyebutkan, harga garam di tingkat petambak di daerahnya saat ini hanya di kisaran Rp 150 sampai Rp 200 per kilogram (kg). Menurutnya, harga itu merupakan yang terendah sejak 12 tahun terakhir.

Baca Juga

"Sebelumnya tidak pernah sampai di harga Rp 150 per kg. Pernahnya pada 2007, harga garam mencapai Rp 70 per kg," ujar Robedi, Jumat (29/11). 

Sepanjang tahun ini, harga garam di tingkat petambak memang tak berpihak pada mereka. Kondisi itu dipengaruhi menumpuknya stok garam sejak 2018 lalu akibat masuknya garam impor.

Di masa awal panen pada Juli 2019, harga garam di tingkat petambak bahkan hanya di kisaran Rp 300 sampai Rp 400 per kg. Harga itu terus menurun hingga menjadi Rp 270 sampai Rp 300 per kg pada September. Saat ini, harga garam bahkan hanya berkisar Rp 150 sampai Rp 200 per kg.

Kondisi itu berbeda saat musim garam dua tahun yang lalu. Saat itu, harga garam mencapai Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per kg. Namun memasuki 2018, harga garam terus merosot bahkan menumpuk karena tak laku terjual. Tumpukan garam itu terus bertambah dengan adanya produksi garam 2019. 

Robedi mengatakan, rendahnya harga garam pada saat akhir musim kemarau sebelumnya tak pernah terjadi. Justru sebaliknya, harga garam biasanya akan meningkat karena berakhirnya masa produksi garam seiring masuknya musim hujan.

Menurut Robedi, rendahnya harga garam itu membuat petambak pemilik lahan memilih menyimpan garamnya. Sedangkan petambak yang tak punya lahan, terpaksa menjual garamnya meski dengan harga yang sangat rendah.

Idealnya, harga garam di tingkat petambak minimal Rp 500 per kilogram agar petambak bisa merasakan keuntungan. Robedi menambahkan, akibat rendahnya harga garam, saat ini bahkan ada sejumlah petambak yang memilih menelantarkan lahannya yang siap panen. Pasalnya, hasil panen yang diperoleh tidak bisa menutup modal yang dikeluarkan.

Robedi menilai, jika rendahnya harga garam terus terjadi, maka akan menurunkan minat petambak untuk kembali memproduksi garam pada tahun depan. Karena itu, dia berharap ada kepedulian dari pemerintah untuk membantu nasib petambak garam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement