Kamis 28 Nov 2019 12:53 WIB

Jokowi Yakin Bisa Selesaikan Defisit Transaksi Berjalan

Jokowi menargetkan defisit transaksi berjalan bisa diatas dalam empat tahun ke depan.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Nidia Zuraya
Defisit Neraca Transaksi Berjalan
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Defisit Neraca Transaksi Berjalan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimistis, pemerintah mampu menyelesaikan masalah defisit transaksi berjalan dalam waktu 3 hingga 4 tahun mendatang. Ia mengatakan, masalah defisit transaksi berjalan selama ini belum dapat diselesaikan.

"Yang berpuluh-puluh tahun yang kita nggak bisa selesaikan yaitu menurunkan CAD. Nggak pernah selesai, tapi saya yakin dengan transformasi ekonomi yang kita kerjakan. Saya yakin bisa menyelesaikan dalam waktu tiga sampai empat tahun," ujar Jokowi di acara Kompas 100 CEO Forum di Jakarta, Kamis (28/11).

Baca Juga

Menurutnya, angka defisit tersebut dapat diselesaikan dengan melakukan transformasi ekonomi, salah satunya dengan meningkatkan ekspor dan produk substitusi impor. Selain itu, pemerintah juga akan menarik devisa sebanyak-banyaknya melalui pengembangan destinasi wisata.

"Tugas besar BKPM adalah menarik FDI. Ini bukan suatu yang gampang karena semua negara berbondong-bondong mau narik FDI ke negara masing-masing," kata dia.

Presiden ingin menekan barang-barang impor dan ekspor barang mentah. Barang-barang mentah yang akan diekspor, kata dia, perlu diolah terlebih dahulu menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

"Ekspor bijih nikel kita setop. Kita harus pindahkan ke barang-barang setengah jadi atau barang jadi karena hilirisasi nikel ini akan jadi produk-produk yang punya nilai tambah yang besar," kata Jokowi.

Ia juga ingin agar turunan nikel pun dapat diolah menjadi baterai lithium dalam dua atau tiga tahun mendatang. Sehingga Indonesia bisa menjadi pusat bagi industri mobil elektrik. Jokowi mengatakan, Indonesia memiliki bahan baku yang dapat digunakan oleh industri mobil listrik.

Begitu juga dengan minyak sawit mentah atau CPO. Jokowi menyampaikan, pemerintah perlu mengoptimalkan pengolahan CPO sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, terutama para petani sawit. 

"Kenapa harus tarung dengan Uni Eropa karena kita dibanned diskriminasi CPO kita? Kita pakai sendiri saja, kan kelihatan harga CPO 1-2 tahun kelihatan, sekarang sampai berapa nantinya B30 di Januari dan B100 akan angka berapa artinya petani sawit kita akan menikmati harga yang baik," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement