Selasa 26 Nov 2019 04:19 WIB

Revisi Permen PPJB Untungkan Pengembang dan Konsumen

Pemerintah harus membuat aturan jelas dan berimbang.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolanda
Pameran properti (ilustrasi)
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Pameran properti (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah merevisi Peraturan Menteri (Permen) No 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual-Beli Rumah (PPJB). Pemerhati Kebijakan Publik Agus Wahyudin menilai hal tersebut menguntungkan pengembang dan konsumen. 

Sebab, kata di, jika aturan tersebut tidak direvisi akan terlihat berat sebelah. "Pemerintah harus berimbang, baik kepada konsumen maupun kepada pengembang," kata Agus, Senin (25/11). 

Dia mengatakan revisi kebijakan tersebut sejalan dengan apa yang sering diungkapkan Presiden Joko Widodo. Sebelum dilakukan revisi, aturan tersebut dinilai tidak adil.

Menurutnya, beberapa pasal dalam peraturan tersebut dinilai memberatkan pengembang.  "Diantaranya,  dalam Pasal 7 yang menyebutkan bahwa konsumen bisa membatalkan pembelian meski tak ada kelalaian dari pihak pengembang," tutur Agus.

Dalam hal tersebut, menurutnya kelalaian yang dimaksud adalah ketika perusahaan tak bisa memenuhi jadwal pelaksanaan pembangunan, penandatanganan PPJB, dan akta jual beli, serta jadwal serah terima. Kemudian, anjut dia, perusahaan wajib mengembalikan dana konsumen dengan memotong 10 persen dari total yang dibayarkan, ditambah atas biaya pajak yang sudah diperhitungkan sebelumnya.

"Poin tersebut membuat pembeli dapat dengan mudah membatalkannya. Hal itu tentunya  berdampak pada kegiatan investasi yang akan dilakukan pengembang,” ungkap Agus. 

Menurutnya, sudah seharusnya sebuah aturan dibuat dengan jelas dan berimbang dengan berpedoman pada dampak yang akan ditimbulkan. Jika sebuah aturan memberatkan investor maka akan berdampak pada iklim investasi dan daya saing.

Terlebih, Kementerian PUPR menurutnya sudah mendapat masukan dan usulan awal dari pengembang saat penyusunan aturan tersebut. "Tetapi kenapa begitu diterbitkan berbagai masukan tersebut tidak ada sama sekali.  Ini akan berdampak pada biaya tingginya notaris yang akan berdampak kepada konsumen," jelas Agus. 

Pada peraturan yang lama, proses transaksi akan jauh lebih lama karena akan ada dokumen yang bergantung pada instansi lain ketika aturan tersebut diberlakukan. Dia mengatakan jika hal tersebut terjadi akan berdampak pada menurunnya minat investasi di bidang properti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement