REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT BRI Syariah fokus memperbaiki kinerja fundamental perusahaan pada tahun ini dan tahun depan. Direktur Operasional BRI Syariah, Fahmi Subandi menyampaikan susunan direksi baru telah menyusun sejumlah strategi yang terdiri dari perbaikan rasio kredit bermasalah, perbaikan pencadangan pembiayaan, hingga meningkatkan proporsi dana murah.
Fundamental perusahaan menjadi salah satu penyebab rendahnya nilai saham BRIS dalam beberapa waktu terakhir. Meski Fahmi meyakini penyebab saham undervalue tersebut juga karena beberapa faktor eksternal lain.
"Memang undervalue, tapi kita pasti terus usahakan seperti yang terlihat dalam peningkatan kinerja pada kuartal III 2019 ini," kata Fahmi.
Nilai NPF tercatat menurun dari 5,3 persen menjadi 4,45 persen secara tahunan (yoy) per September 2019. Pada akhir tahun ini, posisi NPF akan dijaga di posisi empat persen. Sementara tahun depan akan terus didorong hingga posisi tiga persen.
Perbaikan NPF dilakukan melalui sejumlah cara termasuk restrukturisasi dan koleksi sesuai prinsip syariah. Selain itu, BRI Syariah juga lebih mementingkan pencadangan meski laba akan tetap dijaga tumbuh. Per September 2019, laba bersih BRI Syariah turun menjadi Rp 56,4 miliar dari Rp 151 miliar pada 2018.
Direktur Bisnis Ritel BRI Syariah, Fidri Arnaldy menambahkan posisi pencadangan pembiayaan hingga akhir tahun akan didorong ke posisi 40 persen. Sementara tahun depan ditambah lagi sebesar 60 persen untuk memperkuat fundamental.
"Sementara laba diproyeksi tetap tumbuh di sekitar Rp 30-50 triliun pada akhir tahun," katanya.
Fidri menambahkan, peningkatan dana-dana murah juga akan menjadi strategi perusahaan untuk meningkatkan Dana Pihak Ketiga (DPK). Tahun ini, BRI Syariah telah menekan porsi dana mahal untuk meningkatkan CASA sehingga bisa lebih efisien.
Fidri menargetkan CASA berada di proporsi 45 persen di akhir tahun dari 26-30 persen saat ini. Tahun depan, diharapkan proporsinya bisa lebih stabil yakni CASA 60 persen. Caranya, dengan reposisi pekerja, menggeser tenaga backoffice untuk menjadi marketing yang turun ke lapangan jadi funding officer.
BRI Syariah menargetkan pertumbuhan pembiayaan untuk tahun depan sebesar 15-18 persen. Sementara DPK diharapkan tumbuh 20-22 persen. Ini untuk menjaga FDR sekaligus persiapan qanun di Aceh. Ia meyakini qanun Aceh bisa meningkatkan bisnis secara signifikan.
Hingga akhir September 2019 BRI Syariah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 25,6 triliun, tumbuh sebesar 6,46 persen (qoq) atau 20,11 persen (yoy). Sementara peningkatan dana murah melalui tabungan mencapai 5,71 persen.