Kamis 21 Nov 2019 20:01 WIB

BI Prediksi Inflasi 3,1 Persen Sepanjang 2019

Inflasi terkendali didorong oleh turunnya inflasi pada kelompok inti.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memprediksi, tingkat inflasi sepanjang 2019 sebesar 3,1 persen. Pasalnya, selama ini, inflasi terjaga di level rendah atau sesuai target 3,5 plus minus satu persen. 

Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Oktober 2019 tercatat sebesar 0,02 persen month to month (mtm). Sebelumnya pada September, tercatat deflasi sebesar 0,27 persen mtm. 

"Secara tahunan, inflasi IHK Oktober 2019 tercatat 3,13 persen year on year (yoy). Angka itu menurun dibandingkan dengan inflasi September 2019 sebesar 3,39 persen yoy," kata Perry kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (21/11).

Inflasi yang terkendali, jelasnya, didorong oleh menurunnya inflasi pada kelompok inti. Hal itu seiring ekspektasi inflasi yang baik, konsistensi kebijakan moneter menjaga stabilitas harga, permintaan agregat terkelola baik, nilai tukar yang bergerak sesuai fundamentalnya, serta pengaruh harga global yang minimal. 

Dirinya melanjutkan, kelompok volatile food kembali mengalami deflasi, meski tidak sedalam perkembangan bulan sebelumnya. "Sementara, inflasi administered prices tercatat stabil," ujar Perry.

Melihat perkembangan tersebut, maka Perry menyatakan, inflasi 2019 secara kumulatif sampai Oktober 2019 tercatat 2,22 persen year to date (ytd). "Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, guna memastikan inflasi terjaga dalam kisaran sasaran," tegasnya. 

Pada kesempatan itu, Perry menyatakan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) juga membaik sehingga menopang ketahanan eksternal Indonesia. Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2019 menurun cukup besar yakni dari 2 miliar dolar AS pada kuartal sebelumnya menjadi 46 juta dolar AS. 

Hal itu ditopang oleh defisit neraca transaksi berjalan yang membaik dari 8,2 miliar dolar AS atau 2,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II 2019 menjadi 7,7 miliar dolar AS atau 2,7 persen dari PDB. "Surplus transaksi modal dan finansial pada kuartal III 2019 pun tercatat cukup tinggi yakni 7,6 miliar dolar AS sejalan dengan tingginya keyakinan investor terhadap prospek perekonomian domestik dan daya tarik pasar keuangan yang tetap tinggi," jelas dia.

Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2019 sebesar 126,7 miliar dolar AS. Angka itu meningkat dari 124,3 miliar dolar AS pada akhir September 2019. Posisi cadangan devisa tersebut setara pembiayaan 7,4 bulan impor atau 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sebesar tiga bulan impor. 

"Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk meningkatkan ketahanan eksternal, termasuk berupaya mendorong peningkatan Penanaman Modal Asing (PMA)," tegas Perry.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement