Kamis 21 Nov 2019 18:14 WIB

Potret BMT Sukses Harus Disorot

Banyak BMT yang berkembang baik hingga memiliki aset setara perbankan.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolanda
Kenaikan Pengajuan Pembiayaan. Petugas melayani nasabah di BMT Beringharjo, DIY, Kamis (16/5/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
Kenaikan Pengajuan Pembiayaan. Petugas melayani nasabah di BMT Beringharjo, DIY, Kamis (16/5/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Spektrum perkembangan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) sangat meluas. Pengamat Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor, Irfan Syauqi Beik menyampaikan sejumlah BMT bisa berkembang baik di industri hingga punya aset setara perbankan.

"Kalau kita melihat perkembangan BMT saat ini secara keseluruhan cukup baik, baik dari aset itu ada yang setara bank," kata dia pada Republika.co.id, Kamis (21/11).

Baca Juga

Contohnya adalah BMT Sidogiri di Pasuruan, Jawa Timur dengan aset sekitar Rp 3 triliun. Selain itu BMT Beringharjo dengan pusat di Yogyakarta yang punya cabang hingga 15 unit di hingga ke Jawa Barat dan Jawa Timur. Irfan melihat sejumlah BMT bisa berkembang dengan sangat baik dan menjadi contoh.

Aset mereka terus berkembang dan anggotanya semakin bertambah. Irfan melihat potret ini patut disyukuri dan diapresiasi. BMT yang merupakan antitesa dari sistem kapitalis harus terus didorong sebagai role model sistem keuangan mikro.

Indonesia, kata dia, telah menjadi salah satu rujukan terbaik dunia dalam mengembangkan microfinance. Keberadaan BMT sarat akan gotong royong, juga memiliki proses dinamika sosial yang perlu bertahun-tahun berjalan.

"Mereka (BMT) yang besar-besar juga perlu proses sangat lama dalam mengelola dinamika sosial, harus telaten," katanya.

Dalam prosesnya, ada juga BMT yang bermasalah, tidak berkembang, hingga harus berakhir ditutup. Irfan melihat, problematikanya terjadi karena zaman sekarang menuntut lebih banyak. Di era disrupsi saat ini, adaptasi harus lebih cepat. Pesaing pun bertambah dari fintek yang bisa bergerilya dengan sangat cepat.

"Tapi saya pikir, BMT ini punya keunggulan yang tidak dimiliki fintech, yakni hubungan sosial personal," katanya.

Kedekatan hubungan antara nasabah dan BMT tidak dimiliki oleh fintech. Namun demikian, ini pun tidak cukup di zaman sekarang. BMT perlu meningkatkan layanannya ke digital agar nasabah lebih nyaman.

Digitalisasi tersebut yang akhirnya berpotensi menebang BMT-BMT dengan aset kecil. Irfan melihat BMT perlu dilindungi dari disrupsi semacam ini karena perannya masih diperlukan untuk skala mikro.

"Dalam konteks sekarang, kolaborasi jadi penting, selain itu, gagasan tentang apex juga perlu sebagai payung bersama yang mengkonsolidasikan di tengah persaingan yang semakin ketat," kata dia.

Pada perubahan era seperti saat ini, kolaborasi sudah jadi satu keniscayaan. Jika opsi merger atau bergabung tidak dilakukan, setidaknya ada opsi pembentukan apex yang dapat mengakomodasi BMT agar bisa kolaborasi. Sehingga dana investasi untuk teknologi bisa lebih murah, dibandingkan jika dilakukan sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement