REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jumlah penduduk dunia yang terus bertambah, pesatnya perkembangan teknologi industri 4.0, dan gaya hidup milenial mengakibatkan permintaan manusia terhadap sumber daya alam (SDA), komoditas, produk, dan jasa bakal (terutama ikan dan produk perikanan) akan terus meningkat.
Sementara, kerusakan lingkungan, global climate change (perubahan iklim global), dan gejolak politik menyebabkan kapasitas bumi untuk menghasilkan SDA, komoditas, dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) menurun.
Sebab itu, tanpa terobosan teknologi dan manajemen, serta pengendalian konsumsi manusia terhadap SDA, maka, akan terjadi kelangkaan SDA dan jasa-jasa lingkungan. Pada gilirannya hal itu akan mengakibatkan keberlanjutan (sustainability) alam dan manusia akan terancam.
Hal itu diungkapkan pakar kelautan dan perikanan, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS. Ia mengemukakan hal tersebut saat memberikan kuliah pada Sekolah Pimpinan Muda Bank Indonesia (SESMUBI) angkatan II Tahun 2019 di Gedung D kantor Bank Indonesia,Jakarta, Jumat (15/11). SESMUBI itu diikuti puluhan pegawai calon Manajer.
Guru besar Ilmu Perikanan dan Kelautan IPB memberikan paparannya yang judul "Strategi pembangunan potensi ekonomi Maritim nasional untuk meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi inklusif secara berkelanjutan menuju Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia yang Maju, Sejahtera dan Berdaulat."
Ia menyebutkan, total potensi ekonomi sebelas sektor kelautan Indonesia mencapai 1,338 triliun dolar AS/tahun atau lima kali lipat APBN 2019 (Rp 2.400 triliun = 190 miliar dolar AS) atau 1,3 PDB Nasional saat ini. Sektor kelautan dapat menciptakan lapangan kerja sebanyak 45 juta orang atau 40 persen total angkatan kerja Indonesia.
Pada 2014 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 22 persen. “Negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya lebih dari 30 persen,” kata ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Suasana Sekolah Pimpinan Muda Bank Indonesia (SESMUBI) angkatan II Tahun 2019.
Karena itu, kata mantan menteri kelautan dan perikanan era Kabinet Gotong Royong itu, Indonesia perlu menerapkan pembangunan perikanan budidaya yang produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, dan berkelanjutan. Ia memberikan resep berikut ini.
Pertama, pengembangan komoditas unggulan di: (1) perairan tawar, (2) perairan payau (tambak), (3) perairan laut dangkal, (4) perairan laut lepas atau laut dalam (offshore aquaculture), dan (5) akuarium serta media budidaya lainnya.
“Kedua, program intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi untuk meneningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, dan sustainability,” kata Rokhmin.
Ketiga, aplikasi Best Aquaculture Practices (pemilihan lokasi, bibit dan benih unggul, nutrisi, pengendalian hama & penyakit, manajemen kualitas tanah & air, pond engineering, dan biosecurity), dan integrated supply chain management. “Targetnya bisa menghasilkan inkam 300 dolar AS/ bulan/ orang,” ujar Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Kelautan dan Perikanan.
Keempat, intensitas usaha budidaya tidak melebihi daya dukung lingkungan mikro (kolam, container) maupun lingkungan makro (kawasan).
Kelima, kata Rokhmin, pengembangan induk (broodstock) dan benih unggul yang bebas penyakit (SPF = Specific Pathogen Free), tahan terhadap serangan penyakit (SPR = Specific Pathogen Resistant), cepat tumbuh, dan adaptif terhadap global climate change.
“Keenam, pengembangan industri pakan yang berkualitas dengan harga relatif murah dan FCR rendah: trash fish, by catch, magot, micro alage, dan lain-lain,” tuturnya.
Ia menambahkan, ketujuh, manajemen lingkungan kawasan: pengendalian pencemaran dan konservasi biodiversity.
Kedelapan, penyediaan sarana produksi dan infrastruktur berkualitas yang mencukupi. “Kesembilan, penguatan R & D (penelitian dan pengembangan) untuk penguasaan dan aplikasi inovasi teknologi, business models, dan marketing,” papar Prof Rokhmin Dahuri.