Selasa 12 Nov 2019 04:47 WIB

Direktur SDM Pelindo: Industri dan Pendidikan Harus Terbuka

Butuh keterbukaan industri dengan pemerintah untuk memperbaiki kualitas SDM

Rep: Adinda Pryanka / Red: Gita Amanda
Pelindo I
Foto: dok. Pelindo I
Pelindo I

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Pelindo I Hamied Wijaya menilai, dibutuhkan keterbukaan antara industri atau dunia usaha dengan pemerintah untuk memperbaiki kualitas SDM Indonesia. Khususnya di tengah digitalisasi yang berpotensi mengancam penggunaan tenaga kerja di industri padat karya.

Hamid mengatakan, permasalahan dalam sektor ketenagakerjaan saat ini adalah kesenjangan antara dunia usaha dengan dunia pendidikan yang belum juga menyempit. Masih terjadi mismatch atau ketidaksesuaian antara ketersediaan SDM dari institusi pendidikan dengan kebutuhan industri. "Ini yang menuntut keterbukaan dua pihak," tuturnya ketika dihubungi Republika, Senin (11/11) lalu.

Kesenjangan itu dirasakan sendiri oleh Hamied. Di Pelindo I, kegiatan surat menyurat sudah menggunakan sistem elektronik atau digital, di mana penomoran dan filing secara otomatis dilakukan oleh sistem.

Sedangkan, lembaga pendidikan yang mengajarkan karyawan Pelindo I mengenai kesekretariatan justru mengajari secara manual mengenai penomoran surat, penulisan surat dinas dan sebagainya. "Kemudian, kami dikomplain karena tidak lagi mengirimkan pegawai mengikuti pelatihan," kata Hamied.

Hamied menjelaskan, dunia industri secara terbuka berbagi ke dunia pendidikan mengenai sistem apa saja yang telah dijalankan secara digital. Dengan begitu, kurikulum pendidikan dapat menyesuaikan. Pun dengan sebaliknya, di mana dunia pendidikan dapat share informasi mengenai hambatan dalam mengajarkan kompetensi yang dibutuhkan.

photo
Direktur SDM Pelindo 1 M.Hamied Wijaya menunjukan bukunya usai memberikan materi seminar di Jakarta, Kamis (5/9).

Keterbukaan ini harus difasilitasi oleh pemerintah. Hamid menyebutkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memiliki tugas untuk membuat industri dan pendidikan saling terbuka.

Keterbukaan itu semakin dituntut mengingat Indonesia sudah menghadapi revolusi industri 4.0. Hamied menuturkan, penggunaan SDM untuk industri padat karya sedang terancam digantikan oleh mesin atau robot. Apabila mismatch terus berlangsung, ia cemas semakin banyak masyarkat yang tidak terserap lapangan kerja.

Hamied menyebutkan, penggunaan robot atau mesin di industri bukan tanpa sebab. Otomatisasi dilakukan mengingat kualitas produk yang dihasilkan dapat sesuai dengan keinginan dari desain awal. "Sedangkan SDM di industri padat karya sangat tergantung pada produktivitas yang tinggi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement