Selasa 05 Nov 2019 06:06 WIB

Bersaing Ketat dengan Huawei dalam 5G, Nokia dan Ericsson Bakal Disokong Amerika Serikat?

Nokia miliki kontrak pengiriman serangkaian teknologi jaringan 5G untuk operator AS.

Rep: wartaekonomi.co.id/ Red: wartaekonomi.co.id
Bersaing Ketat dengan Huawei dalam 5G, Nokia dan Ericsson Bakal Disokong Amerika Serikat?. (FOTO: Reuters/Mikko Stig)
Bersaing Ketat dengan Huawei dalam 5G, Nokia dan Ericsson Bakal Disokong Amerika Serikat?. (FOTO: Reuters/Mikko Stig)

Warta Ekonomi.co.id, Surakarta

Nokia akan melanjutkan produksi chipset khusus untuk produk 5G. Untuk itu, perusahaan itu telah merekrut 350 karyawan baru di Finlandia.

Mengacu pada pernyataan perusahaan, produksi inovasi semacam itu dapat memakan waktu hingga 2 tahun. Bahkan, menurut CEO Nokia, Rajeev Suri, produksi chipset khusus FPGA sebelumnya memakan lebih banyak biaya, mengurangi margin keuntungan untuk komponen tersebut. 

Oleh karena itu, perusahaan itu tak akan mengembangkan chipset khususnya sendirian. "Kami telah bekerja sama dengan SoC dalam beberapa waktu terakhir, bahkan kami memulai pengiriman produk dengan SoC untuk menggantikan FPGA," kata Kepala Pemasaran Seluler Global Nokia, Sandro Tavares, dikutip dari Phone Arena, Senin (4/11/2019).

Baca Juga: 'Musuh' Amerika Sudah Komersialisasi Jaringan 5G, Harga Paket Datanya Capai Jutaan Rupiah!

Untuk saat ini, Nokia sudah memiliki kontrak untuk mengirimkan serangkaian teknologi jaringan 5G kepada empat operator utama Amerika Serikat (AS), mengingat negara itu memboikot komponen teknologi saingan Nokia: Huawei.

Nokia memutuskan mengembangkan chip yang dapat diprogram oleh pelanggan utnuk menyatukan karakteristik efisiensi SoC dan fleksibilitas pemograman melalui firmware. Selain itu, Noka juga bermitra dengan sejumlah pembuat chip, seperti Intel. Namun, itu semua tak serta-merta mengurangi biaya pembangunan 5G Nokia hingga 2021.

Direktur Senior di Dell'Oro Group, Stefan Pongratz menilai, masalah Nokia lebih dari sekadar migrasi bentuk chip. "Pembangunan 5G terjadi lebih cepat dan persaingannya sangat ketat. Belum lagi, Nokia juga harus berurusan dengan konsolidasi beragam platform, setelah merger dengan Alcatel Lucent," jelasnya.

Nokia juga bertanggung jawab atas keterlambatan peluncuran layanan 5G Sprint di 4 kota AS pada Agustus lalu. Hal itu terjadi karena adanya ketidakstabilan kepemimpinan dalam empat tahun terakhir.

Lebih lanjut, awal bulan ini, pemerintahan Trump mempertimbangkan menawarkan kredit besar kepada Nokia dan Ericsson untuk membantu keduanya bersaing dengan pemimpin pasar, Huawei. 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan Warta Ekonomi. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement