Kamis 31 Oct 2019 23:18 WIB

Menkeu Ajak Pengusaha tak 'Suram' Hadapi Perlambatan Ekonomi

Sri Mulyani yakin ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 5 persen.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Menteri Keuangan Republika Indonesia, Sri Mulyani.
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Menteri Keuangan Republika Indonesia, Sri Mulyani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta agar dunia usaha tidak ikut suram seiring dengan tren perlambatan ekonomi global yang sedang terjadi saat ini. Dia menilai, Indonesia masih memiliki kondisi fundamental ekonomi domestik yang baik. 

Sri mengatakan, situasi ekonomi dunia saat ini cenderung membuat dunia usaha wait and see untuk melakukan ekspansi maupun investasi. Terlebih, sejumlah lembaga internasional menurunkan proyeksi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tapi, menurutnya, Indonesia tetap dapat menjaga momentum pertumbuhan di kisaran lima persen.

Baca Juga

"Saya tekankan kepada para CEO, untuk tidak ikut gloomy karena ini adalah psychological driven weaknesses," tuturnya dalam acara CEO Networking 2019 di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Kamis (31/10).

Salah satu kekuatan ekonomi Indonesia yang disebutkan Sri adalah size market atau ukuran pasar. Indonesia diisi oleh lebih dari 250 juta orang yang berpotensi menjadi konsumen. Poin ini menjadi asuransi untuk mendukung permintaan terhadap produk dan jasa dunia usaha ketika permintaan dari global sedang menurun akibat ketidakpastian.

Tingkat populasi Indonesia juga disebut Sri sebagai daya tarik di mata investasi asing. Aspek ini lah yang mampu membuat momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dapat terjaga dengan baik di kisaran lima persen.

Di sisi lain, Sri menambahkan, otoritas kebijakan juga terus berupaya memperkuat permintaan dalam negeri. Misalnya saja bantuan sosial (bansos) hingga memberikan insentif kepada industri padat karya sehingga mampu meningkatkan penciptaan lapangan kerja.

Dalam kebijakan fiskal, Sri memastikan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terus bertindak sebagai countercyclical. Misalnya, dengan memberikan insentif perpajakan kepada dunia usaha, hingga belanja perpajakan mencapai lebih dari Rp 150 triliun.

"Kita berhati-hati desain tax policy supaya tidak pengaruhi psikologi dan kegiatan ekonomi dunia usaha," ujarnya.

Tapi, insentif tidak diberikan sembarang. Sri memastikan, insentif diberikan kepada sektor yang memberikan multiplier effect. Misalnya saja tax holiday untuk industri manufaktur yang mampu menciptakan nilai tambah melalui kegiatan hilirisasi.

Upaya lain yang juga diberikan pemerintah adalah menciptakan iklim investasi kondusif. Mengurangi jumlah dan waktu perizinan yang dibutuhkan untuk memulai berusaha atau berinvestasi menjadi fokus pemerintah melalui omnibus law. “Kita terus perkuat sektor perizinan sehingga ia menjadi jauh lebih simpel,” ucap Sri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement