REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Ekonomi Amerika Serikat (AS) kemungkinan akan kembali melambat pada kuartal ketiga. Proyeksi ini didasari atas tertahannya pengeluaran konsumen dan investasi bisnis menurun, yang dapat memicu The Federal Reserve (The Fed) untuk memangkas suku bunga lagi guna menjaga ekspansi dari sisi moneter.
Cuplikan Produk Domestik Bruto (PDB) Departemen Perdagangan AS pada Rabu (30/10) menggambarkan kemungkinan ekonomi Negeri Paman Sam ini akan kehilangan kecepatan pertumbuhannya. Namun, dilansir di Reuters, Rabu, AS tidak akan memasuki resesi seperti yang ditakutkan pasar keuangan pada awal tahun.
Kondisi ekonomi AS yang lumpuh tidak terlepas dari perang dagang pemerintahan Presiden AS Donald Trump dengan Cina selama 15 bulan terakhir. Dampaknya, mengikis kepercayaan konsumen dan bisnis.
Stimulus yang memudar dari paket pemotongan pajak tahun lalu senilai 1,5 triliun dolar AS dan melemahnya pertumbuhan di luar negeri juga menghambat ekspansi ekonomi AS. Tercatat, tahun ini seharusnya AS mencatat rekor ekspansi ekonomi selama 11 ahun. Tapi, rekor tersebut harus terputus akibat perang dagang.
Laporan PDB akan dipublikasikan beberapa jam sebelum pejabat The Fed mengakhiri pertemuan kebijakan dua hari. The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga untuk ketiga kalinya pada Rabu. Sebelumnya, Bank Sentral AS sudah memangkas suku bunga pada September, setelah mengurangi biaya pinjaman pada Juli untuk pertama kalinya sejak 2008.
Kepala ekonom di Stifel Chicago, Lindsey Piegza, menjelaskan bahwa kebijakan moneter dari The Fed tidak akan meperbaiki ekonomi AS yang terus mengalami kehilangan momentum. "Lebih lanjut, dibutuhkan stimulus kebijakan tambahan guna mencegah tren penurunan berkelanjutan dalam aktivitas domestik," katanya.
Berdaarkan survei Reuters terhadap para ekonom, PDB AS diprediksi tumbuh 1,6 persen secara year on year (yoy) pada kuartal ketiga. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi kuartal kedua, 2,0 persen. Dengan prediksi tersebut, ekonomi AS diperkirakan tumbuh di bawah 2,5 persen hingga akhir tahun atau lebih rendah dari realisasi tahun lalu, 2,9 persen.