REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak pernah terbayangkan dalam benak Tumini (50) suatu hari menjadi tulang punggung keluarga. Dia harus berjuang keras menghidupi keluarga ketika sang suami tak lagi bisa bekerja akibat menderita diabetes.
Akibat penyakit itu, kedua mata sang suami tak mampu lagi melihat. Semetara itu, ketiga anaknya masih duduk dibangku sekolah.
Awalnya, Tumini membuka usaha toko kelontong dirumahnya. Di toko kelontong itu, dia menjual pelbagai macam sembako, jajanan anak serta kebutuhan rumah tangga lainnya, Seiring berjalannya waktu, usaha itu mengalami kebangkrutan. Bahkan, dia harus menjual rumah tersebut.
Namun, Tumini tak pernah menyerah untuk membangun usaha kembali. Dia menjual bakmi Jawa hasil dari racikannya. Dengan dibantu sang anak, usaha itu telah berjalan selama lebih dari enam tahun. Bahkan, melalui usaha itu, dia mampu menguliahkan anaknya serta meningkatkan pendapatan keluarga.
“Dulu sempat ragu dan tidak percaya diri dengan hasil masakan. Padahal, dari dulu saya hobi sekali memasak, tapi dengan percaya diri dan mau belajar. Saya bisa menjalani usaha ini,” katanyadi Desa Petet Potorono, Kecamatan Banguntapan, DI Yogyakarta, baru-baru ini.
Perjalanannya dalam memulai usaha bakmi Jawa tidaklah mudah. Dia sempat mengalami kesulitan untuk mendapatkan modal usaha. Apalagi, dia tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan konvensional. Harapannya untuk mendapatkan pinjaman pun pupus.
Namun, ketika Amartha mulai menjangkau DI Yogyakarta. Tumini mulai mengajukan pinjaman kepada Amartha. Dia harus mengikuti pelbagai pelatihan seperti literasi keuangan dan bisnis oleh petugas lapangan Amartha. Dia juga bergabung dalam majelis (kelompok yang terdiri dari 15 - 25 pelaku usaha mikro) yang terdiri dari 16 mitra usaha Amartha.
“Alhamdulillah saya mendapatkan pinjaman awal Rp 3 juta," ucap dia.
Modal itu langsung dia belikan untuk perlengkapan warung dan beberapa bahan baku untuk pembuatan bakmi jawa. "Saya gabung majelis juga, ada sekitar 16 orang. Setiap minggu kita kumpul bicarain usaha kita dan mengumpulkan angsuran,” tuturnya.
Alhasil, usahanya terus berkembang. Bahkan, dia sudah memiliki cabang di daerah Wonosari, Gunung Kidul yang dijalankan oleh anak pertamanya. Dia pun tak perlu lelah untuk mengurus usaha tersebut. Ini karena, dia sudah memiliki pegawai.
“Sekarang, usaha saya berjalan dengan lancar. Anak pertama saya sudah bisa punya usaha bakmi Jawa juga. Anak kedua masih kuliah tapi sambil kerja sebagai asisten perawat dan terakhir anak saya masih TK,” kata Tumini.
Tumini merupakan salah satu perempuan tangguh yang masuk dalam nominasi Perempuan Pencipta Perubahan, Unite For Education (UFE) Sustainability Forum 2019. Program Perempuan Pencipta Perubahan ini merupakan hasil kerja sama Amartha dengan PermataBank. Ada 10 Perempuan Pencipta Perubahan yang berhasil maju secara ekonomi dan memberikan perubahan disekitarnya.