Senin 28 Oct 2019 22:44 WIB

Properti Timur Bangkok Lesu Imbas Perang Dagang

Perang dagang melukai sektor industri, sumber utama permintaan perumahan.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Dwi Murdaningsih
Sebuah maket properti (ilustrasi)
Foto: qz.com
Sebuah maket properti (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK – Pasar perumahan di sejumlah provinsi bagian timur Bangkok diperkirakan akan tetap lesu pada tahun depan. Proyeksi ini disampaikan meskipun ada rencana pembangunan rute kereta api berkecepatan tinggi untuk menghubungkan tiga bandara utama yang diteken pada Kamis (24/10).

Proyeksi yang suram terhadap pasar properti tidak lain dikarenakan perang dagang Amerika Serikat dengan Cina. Ketua Asosiasi Real Estat Chonburi, Meesak Chunharuckchot, mengatakan bahwa pasar lokal mengalami penuruan karena perang dagang melukai sektor industri, sumber utama permintaan perumahan.

Baca Juga

Pelemahan kinerja industri sudah terlihat dari berbagai aspek. Salah satunya, Meesak menyebutkan, kebijakan salah satu produsen suku cadang mobil untuk memotong hari kerja sejak beberapa hari lalu. "Itu sudah bukan jadi hal yang aneh, karena sudah berulang kali dalam enam bulan terakhir," ujarnya, dilansir di Bangkok Post, Senin (28/10).

Situasi itu dapat meningkat pada tahun depan karena dampak dari perang dagang yang lebih besar. Beberapa pabrik bahkan memilih untuk berbagi pesanan dengan perusahaan lain untuk menunda kebangkrutan. Meesak menilai, kondisi ini akan mempengaruhi daya beli di Chon Buri karena mayoritas pembeli rumahan bekerja di sektor industri, yang terutama berfokus pada ekspor.

Krisis perdagangan telah memperburuk ekonomi Bangkok yang lesu. Di sisi lain, pembatasan pinjaman baru semakin menghantam permintaan perumahan. Khususnya segmen kelas bawah, termasuk townhouse yang bernilai 2 juta baht (67 ribu dolar AS) dan lebih rendah.

Meesak menambahkan, pembangunan jalur kereta berkecepatan tinggi yang menghubungkan tiga bandara akan membuat harga tanah di Chon Buri kembali melambung. Dalam lima tahun terakhir harga tanah di daerah setempat naik 50 persen dan bahkan naik tiga digit dibeberapa lokasi.

Peningkatan harga tanah itu kemungkinan akan melebihi daya beli pembeli rumah. Pada akhirnya, rumah sewa atau kondominium akan menjadi lebih populer di kalangan penduduk setempat, menurut Meesak.

Direktur Pelaksana Maneerin Property Co yang berbasis di Chon Buri, Watthanaphol Pholcheewin mengatakan, permintaan perumahan di provinsi-provinsi bagian timur akan melemah karena terjadi penjualan tanah di banyak kawasan industri. Lagi-lagi, faktor utamanya adalah perang dagang yang menyebabkan kinerja industri melemah, sehingga harus menjual sebagian atau bahkan semua lahan.

Watthanaphol mengatakan, permintaan perumahan di Chon Buri dan Rayong beberapa waktu lalu terus tumbuh tinggi karena ada banyak kawasan industri yang dibangun di provinsi-provinsi tersebut. "Tapi, itu melambat tahun ini setelah perang dagang AS-Cina dimulai," tuturnya.

Watthanaphol berharap, pemerintah dapat segera memberikan insentif properti seperti memotong transfer properti dan biaya hipotek menjadi 0,01 persen dari dua persen dan satu persen masing-masing. Insentif ini dinilainya dapat membantu meningkatkan sentimen pembeli rumah. Insentif diketahui sedang menunggu pengumuman menteri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement