Senin 21 Oct 2019 21:18 WIB

MAI Riau Gelar Seminar Nasional Perikanan Budi Daya

Perikanan budidaya dapat berkontribusi 2% terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Suasana seminar nasional perikanan budidaya yang diadakan oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Korda Kepri.
Foto: Dok MAI
Suasana seminar nasional perikanan budidaya yang diadakan oleh Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Korda Kepri.

REPUBLIKA.CO.ID, BATAM --  Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Koordinator Daerah Kepulauan Riau menyelenggarakan  Seminar Nasional Perikanan Budidaya dan Deklarasi Kepengurusan MAI Korda Kepri yang juga dilanjutkan dengan penandatanganan MoU untuk kerja sama di bidang Pendidikan, Penelitian dan  Sertifikasi antara Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, Yayasan Lingga terbilang dan MAI dengan  Précon Food Management BV, Belanda. Acara itu diadakan di  Hotel Harmoni  One, Batam, Kepulauan Riau, Senin (21/10).

Seminar Nasional ini mengambil tema “Nyalakan Industri Akuakultur di Provinsi Kepulauan Riau”. Tujuannya  untuk membangun sinergitas yang kuat antara para pelaku usaha,  akademisi, birokrat dan stakeholder dalam mendukung optimalisasi produksi perikanan budidaya  yang berkelanjutan, berkualitas tinggi dan produktif.

Seminar dibuka oleh Prof  Rokhmin Dahuri selaku Presiden MAI terpilih untuk periode 2019 – 2024 bersama-sama dengan Isdianto selaku Plt  gubernur Kepulauan Riau,  Dr  H M Soeryo  Respationo selaku calon gubernur Kepulauan Riau dan H. Alias Wello  SIP sebagai bupati terpilih untuk Kabupaten Lingga  yang memiliki perhatian penuh untuk pengembangan industri  perikanan budidaya di Provinsi Kepulauan Riau.

Dalam sambutannya,  Prof Rokhmin Dahuri mengatakan,  jika seluruh teknologi perikanan terkini dapat dioptimalisasikan dengan baik, maka sektor perikanan budidaya dapat berkontribusi sebanyak dua persen  dari pertumbuhan ekonomi nasional. 

Secara nasional, produksi perikanan budidaya yang diperoleh melalui data statistik Kementerian Kelautan dan Perikanan mengalami peningkatan, dari 9.67 juta ton di tahun 2012 hingga menjadi 16.7 juta ton di tahun 2016. Kalau mengacu ke data FAO, ini berarti Indonesia memiliki kontribusi kurang lebih sekitar 18 persen  produksi dunia. 

“Namun jika melihat data produksi perikanan budidaya  di Kepulauan Riau, quantity yang dihasilkan berbanding terbalik dengan kondisi geografis yang  dimiliki dengan luas wilayah perairan lebih dari 90 persen,” kata Rokhmin dalam rilis yang diterima Republika.co.id. 

Hal ini berdasarkan kepada angka kontribusi untuk produksi perikanan budidaya yang cukup kecil, hanya berkisar 3 – 4 persen  dari produksi perikanan budidaya nasional. Bahkan data yang diperoleh untuk Kabupaten Natuna, dengan luas wilayah perairan mencapai 98 persen, produksi perikanan budidaya mengalami penurunan dari sekitar  2.500 ton di tahun 2014 menjadi hanya sekitar 750 ton di tahun 2015. 

“Angka di atas seharusnya menjadi referensi utama bagi para pengambil kebijakan di Kepulauan  Riau untuk membuat rumusan yang tepat, sehingga gairah produksi perikanan budidaya (baca:  akuakultur) dapat ditingkatkan kembali,” ujarnya.

photo
Prof Rokhmin Dahuri.

Menurut Rokhmin, ada beberapa kesulitan utama dalam peningkatan hasil  produksi di Provinsi Kepulauan Riau yang seharusnya menjadi perhatian bersama: pertama, tidak adanya kawasan terintegrasi untuk produksi akuakultur;  kedua, minimnya pasokan benih dan pakan untuk kegiatan produksi; ketiga, ketersediaan sumber daya manusia yang handal, dan keempat, sertifikasi produk untuk menjamin mutu hasil perikanan yang belum dijalankan secara optimal.

“Oleh karena itu, Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Koordinator Daerah Kepulauan Riau bersama dengan para stakeholder, pengambil kebijakan, akademisi dan seluruh pelaku usaha hadir untuk menjawab tantangan dimaksud dan memberikan solusi aplikatif untuk masalah-masalah yang dihadapi guna mendukung program optimalisasi produksi perikanan budidaya di wilayah Kepulauan Riau,” paparnya.

Seminar nasional juga diisi oleh beberapa pembicara utama, di antaranya: Prof  Dr  Yushinta Fujaya (Universitas Hasanuddin) dengan judul presentasi: Budidaya Kepiting; Prospek Bisnis dan Keberlanjutannya;  Dr  Agung Dhamar Syakti SPi, DEA (Universitas Maritim Raja Ali Haji) dengan judul  presentasi: Kondisi Lingkungan Kepulauan Riau dalam perpektif Pembangunan Berkelanjutan; Ronald Van den Heuvel yang memberikan presentasi tentang BAUR project yang mengintegrasikan antara pendidikan jarak jauh dengan face to face education system untuk  anak-anak nelayan di Kepulauan Riau; Ayub Faidilan (Lembaga Kelautan dan Perikanan RI); dan  Nuryanto  SH, MH (ketua DPRD Tk-1 Batam) yang fokus pada pentingnya legislasi  bidang maritim untuk mendukung industri perikanan budidaya di Kepulauan Riau.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement