REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana simplifikasi dan penggabungan batas produksi rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) dinilai akan memicu timbulnya beberapa permasalahan. Kebijakan itu disebut bisa menimbulkan praktik monopoli dan pasar rokok ilegal.
Peneliti dan akademisi Ilmu Ekonomi Universitas Padjadjaran Bayu Kharisma melakukan simulasi terkait penerapan simplifikasi maupun penggabungan jumlah produksi rokok jenis SKM dan SPM.
Bagi pelaku industri golongan 2 yang akan terdampak, kata dia, kebijakan itu juga dapat mengancam kelangsungan usaha mereka.
Menurut Bayu, simplifikasi tarif cukai dan penggabungan SKM dan SPM turut berdampak terhadap sisi persaingan usaha. Wacana simplifikasi berpotensi mendorong munculnya praktik monopoli.
“Simplifikasi dan penggabungan batas produksi SPM dan SKM akan berdampak negatif ke berbagai aspek. Ketika pabrik golongan 2 terdampak tutup karena tak lagi mampu bersaing, ada lapangan kerja yang akan hilang," kata Bayu, Kamis (17/10).
Ia menambahkan, masalah lain yang berpotensi timbul adalah terbentuknya pasar rokok ilegal. "Ini terjadi ketika konsumen beralih ke rokok murah yang tidak membayar cukai dan pajak lainnya,” ujar Bayu.
Sebelumnya, Kepala Subdirektorat Program Pengembangan Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Mogadishu Djati Ertanto mengatakan, struktur cukai saat ini yang terdiri atas 10 layer sudah mengakomodasi berbagai industri hasil tembakau.
Menurut dia, jika pabrik dipaksakan naik ke layer di atasnya, bisa jadi akan kehilangan pangsa pasarnya. “Industri tembakau memiliki efek berganda yang sangat besar baik kepada penjual ritel maupun satu juta petani cengkeh dan 700 ribu petani tembakau,” katanya.