REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ancaman resesi global membayangi berbagai negara di belahan dunia akibat adanya perang dagang terutama oleh Amerika dan Cina. Situasi ini akan menekan neraca perdagangan dalam negeri, mengingkat kedua negara tersebut merupakan mitra dagang utama Indonesia. Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi diharapkan mampu menjadi penyangga sistem perekonomian nasional dalam menghadapi resesi.
“Saat krisis global 1998, UMKM sudah terbukti mampu menopang ekonomi Indonesia sehingga perekonomian Indonesia mampu bangkit kembali di tahun-tahun selanjutnya,” kata Suhaji Lestiadi, pakar UKM dan koperasi dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Rabu (16/10).
Menurut Suhaji, Pemerintah harus memberikan fokus dan perhatian lebih besar lagi bagi penguatan UMKM dan koperasi di Indonesia sehingga bisa ‘naik kelas’ dan memiliki ketangguhan dalam menopang perekonomian Indonesia. Hal ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 yang menyasar pada tujuan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan ketimpangan.
“Dengan mendorong UMKM naik kelas dapat mengurangi tingkat kemiskinan sekitar 20% atau setara dengan mengeluarkan 5 juta orang dari kemiskinan. Selain itu dapat mengurangi tingkat ketimpangan sekitar 4%,” imbuh Suhaji yang juga aktif sebagai Pembina di Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK).
Terkait resesi dan krisis ekonomi global, berdasarkan rilis yang dikeluarkan International Monetary Fund (IMF) pada Rabu (15/10/2019), pertumbuhan ekonomi global diperkirakan hanya mencapai 3% dan merupakan yang terendah sejak krisis. Situasi ini pun diprediksi masih akan berlanjut di tahun selanjutnya. Bloomberg economics menciptakan model untuk menentukan peluang resesi Amerika. Saat ini, indikator memperkirakan kemungkinan resesi Amerika di beberapa titik di tahun berikutnya adalah 27%, lebih tinggi dibanding setahun yang lalu.
“Dengan pertumbuhan 3%, tidak ada ruang untuk kesalahan kebijakan,” ungkap Gita Gopinath, ekonom IMF, Rabu (16/10/2019) dilansir dari situs resmi IMF.
Selain itu, imbuh Gita, menjadi kebutuhan mendesak bagi para pembuat kebijakan untuk secara kooperatif mengurangi perdagangan dan ketegangan geopolitik. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina saja diperkirakan akan menyusutkan perekonomian dunia sebesar 0,8% di tahun 2020.
Suhaji mengemukakan, risiko resesi global terhadap Indonesia terindikasi dari penurunan pertumbuhan penjualan industri tekstil dan produk tekstil, properti, semen, baja, otomotif, dan penjualan ritel. Realisasi ekspor Indonesia lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan ekspor ini dipengaruhi oleh penurunan ekspor migas hingga 37%, nonmigas 11% dan produk pertanian 15,9%.
“Arah kebijakan ekonomi dalam menghadapi resesi global harus melibatkan penguatan kewirausahaan, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi,” papar tokoh yang sedang menyelesaikan program Doktoral Ilmu Ekonomi & Akuntansi Syariah di Universitas Trisakti.
Mantan direksi dan komisaris di sejumlah bank itu menilai, UMKM harus mendapat perhatian utama karena besarnya kontribusi UMKM terhadap PDB Indonesia yang mencapai 62,5%, penyerapan tenaga kerja hingga 95%, dan kontribusinya terhadap ekspor non-migas hingga 16,45%. Bahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, dari total 59.693.791 unit usaha di Indonesia, 99,89%-nya terdiri atas usaha kecil dan mikro masing-masing 684.196 unit (1,15%) dan 58.943.768 unit (98,74%).
Suhaji menyebutkan, hasil analisis Komite Ekonomi dan Industri Nasional di tahun 2017 menunjukan bahwa jika Pemerintah fokus mendorong kenaikan omset UMKM, dengan target kenaikan omset usaha mikro sebesar 30%, usaha kecil sekitar 10% maka perekonomian nasional dapat tumbuh sebesar 7 – 9%.
“Jelas bahwa penguatan UMKM adalah solusi perekonomian nasional”, tandas tokoh yang selama ini terlibat aktif dalam pendampingan UKM.
Sementara itu, merujuk kepada Nawa Cita, RPJP 2005 – 2025, dan RPJMN 2020 – 2024, Suhaji mengusulkan agar kebijakan pembangunan UMKM di Indonesia berbasis kepada produk atau komoditas unggulan lokal di masing-masing daerah. Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan ketimpangan berbasis produk unggulan lokal dapat ditempuh dengan mengembangkan akses pasar, penciptaan inovasi teknologi dan efisiensi, akses permodalan, penguatan infrastruktur, peningkatan kualitas SDM dan dukungan aspek legalitas.
“Adopsi kebijakan Making Indonesia 4.0 yang dicanangkan Presiden Jokowi menjadi kunci bagi penguatan UMKM di Indonesia,” pungkas Suhaji yang saat ini menjabat sebagai wakil bendahara Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI).