REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menargetkan pengurangan sampah plastik hingga 70 persen pada 2025. Untuk mencapai target tersebut Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman membentuk National Plastic Action Partnership (NPAP).
Program itu rencananya bakal melibatkan berbagai kalangan termasuk sektor bisnis agar menanggulangi pencemaran plastik ke laut.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, salah satu upaya melibatkan kalangan bisnis, kelompok masyarakat sipil, dan para stakeholder yang berkepentingan terkait penanggulangan pencemaran laut telah akan gencar diupayakan dengan NPAP.
"Pemerintah langsung menggandeng kalangan bisnis, artinya ini pemerintah sangat serius terhadap ekosistem laut," kata Menko Luhut dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (8/10).
Dia melanjutkan, kemitraan NPAP merupakan bentuk kemitraan antara publik dengan swasta yang dalam tingkat global telah diluncurkan tahun lalu di Davos, Swiss. Tujuan dibentuknya untuk mengimplementasikan komitmen politisi dan sektor korporasi mengenai penanggulangan pencemaran plastik agar menjadi strategi yang terukur dan rencana aksi yang layak investasi.
Selain itu, kata dia, salah satu langkah yang terwujud yakni adanya progress revitalisasi Sungai Citarum. Yang mana sampai dengan beberapa bulan lalu masih dikenal sebagai sungai terkotor di dunia, namun saat ini kondisinya diklaim sudah jauh lebih baik.
"Bahkan, proses pengerjaan revitalisasi Sungai Citarum bisa diselesaikan dalam tempo lebih cepat dua tahun dari target awal," ujarnya.
Kemenko Kemaritiman, kata dia, sebagai koordinator juga menggerakan gerakan massif lainnya, yaitu Gerakan Indonesia Bersih (GIB) dan kerap melakukan sosialisasi program peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, program pengembangan sistem pengelolaan sampah, serta program peningkatan hukum.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, Iptek, dan Budaya Maritim, Kemenko Kemaritiman Safri Burhanudin mengatakan, GIB merupakan gerakan yang sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 12 Tahun 2016. Namun menurutnya, yang perlu digarisbawahi adalah terkait penuntasan permasalahan sampah bukan hanya pekerjaan satu instansi saja, akan tetapi merupakan tugas bersama.
"Sampah plastik adalah tugas kita bersama," ujarnya.
Kepala Sub-Bagian Publikasi dan Dokumentasi Humas Kemenko Bidang Kemaritiman, Khairul Hidayati menambahkan, pemerintah juga telah menetapkan target sampah kelola 100 persen pada 2025, dengan pengurangan 30 persen dan penanganan sampah 70 persen. Hal itu sesuai dengan Perpres Nomor 97 Tahun 2017, yang di mana mengatur pemerintah provinsi, kabupaten serta kota wajib menyusun dokumen kebijakan dan strategi daerah pengelolaan sampah paling lama satu tahun sejak aturan ada.
Setiap daerah, kata dia, perlu membuat perencanaan pengurangan dan penanganan sampah di daerah masing-masing. Hingga Januari 2019, berdasarkan catatannya, baru 308 kabupaten kota dan 15 provinsi yang menyelesaikan dokumen tersebut.
Lebih lanjut, dia menjabarkan, pemerintah juga mempunyai beberapa program andalan, yang terdiri atas dua kategori yakni program reguler dan khusus. Adapun kategori program reguler terdiri atas pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS-3R), Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL), dan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
"Sedangkan kategori program khusus, terdiri atas program Citarum Harum, pemanfaatan plastik untuk campuran aspal, pengembangan PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dan (RDF) Refuse Derived Fuel," ujarnya.