REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Kota Semarang terdapat kawasan industri yang mampu menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar. Dari salah satu industri tersebut, terdapat usaha industri karet.
Salah satunya adalah CV Darat, salah satu usaha yang membuat komponkaret menjadi bahan ban. Usaha pembuatan alas bantalan ban tersebut dipasok untuk menjadi vulkanisir ban-ban kendaraan berat, seperti truk dan bus.
Pabrik yang terdiri dari tiga bangunan besar utama itu, memiliki beberapa pegawai yang sudah memiliki bagian tugas masing-masing. Manajer CV Darat Agustinus mengatakan pabrik yang ia pimpin memiliki target pasar yang cukup unik.
Pabriknya bukan membuat ban secara utuh. Pabriknya hanya membuat lapisan luar alur ban untuk rekondisi ban yang mulai menipis.
"Dari usaha ini setidaknya para pemilik kendaraan besar juga mampu menghemat biaya operasional mereka, untuk vulkanisir ban serta masih bisa berfungsi secara normal," kata Agustinus.
Secara bisnis, Agustinus menceritakan bahwa usahanya sempat mengalami kenaikan pesat ketika harga tiket pesawat mahal. Efek domino dari kenaikan ongkos tiket tersebut adalah banyak pilihan jatuh kepada transportasi darat, yang berdampakpada semakin meningkatnya permintaan kompon ban untuk operasional kendaraan.
Selain dampak tiket, dampak Tol Trans Jawa juga menjadi pemicu meningkatnya permintaan komponban yang mencapai lebih dari 40 persen. Sejak tahun 2014, usaha lapak ban Agustinus semakin meningkat keuntungannya. Bukan saja dilihat dari lonjakan pesanan, namun formula peningkatan pendapatan tersebut, usut punya usut berasal dari kemampuan efisiensi operasional perusahaan.
Ramuan utama dari formula efisiensi tersebut ada pada sektor pembakaran atau penggunaan energi, yaitu penggunaan gas. Kompon karet menjadi lapak ban, memerlukan proses pembakaran dari boilernya, di mana biji atau serbuk karet perlu dipanaskan untuk dapat diolah menjadi karet ban.
Pembakaran tersebut sebelum tahun 2014, mesin boilernya menggunakan bahan bakar solar yang harganya terus naik. Kemudian, Perusahaan Gas Negara (PGN) masuk di kawasan tersebut menawarkan gas untuk bahan bakar utama yang mampu menghemat operasional hingga 30 persen tiap bulannya.
Panas serta emisi yang dihasilkan pun jauh lebih baik dibandingkan ketika masih menggunakan solar sebagai bahan bakar pemanas boiler.
Jaringan gas
Secara fisik sebenarnya di area Semarang, PGN belum memiliki jaringan gas yang memadai, cukup ironi mengingat Jawa Tengah juga memiliki sumber gas alam yang besar.
Namun justru dari kekurangan tersebut, PGN mampu berinovasi dengan mengalirkan gas kepada industri tanpa menggunakan jaringan utama, yaitu dengan metode disalurkan melalui Pressure Reducing Stasiun (PRS).
PGN membangun fasilitas PRS untuk menyalurkan gas distribusi sementara, menyusul lonjakan permintaan gas di Kota Semarang,
Sales Area Head PGN Semarang Heri Frastiono mengatakan Kota Semarang dan sekitarnya belum memiliki jaringan pipa gas secara memadai untuk memenuhi kebutuhan.
Oleh karena itu, inovasi Stasiun Penurunan Tekanan atau PRS Tambak Aji, dibangun untuk terminal penyaluran gas langsung kepada konsumen.
Fasilitas PRS menyalurkan CNG atau gas alam yang sudah diatur tekanannya untuk dihantarkan kepada pelanggan rumah tangga (RT) dan industri. Namun sumber utama gas masih dibawa dengan truk dari sumber gas alam terdekat, belum melalui pipa jaringan.
"PRS Tambak Aji telah melayani 97 pelanggan rumah tangga dan 13 pelanggan industri. Untuk pelanggan rumah tangga di awal sebetulnya ada 150 tapi berkurang karena kena pembangunan jalan tol," kata Heri.