Selasa 08 Oct 2019 06:00 WIB

Konsultasi Syariah: Wakaf Temporal

Kebolehan wakaf temporal memberikan maslahat terhadap funding, khususnya penerima.

Ustaz Oni Sahroni
Foto: Republika TV
Ustaz Oni Sahroni

REPUBLIKA.CO.ID, Diasuh Oleh Dr Oni Sahroni, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI

Assalamualaikum wr wb.

Baca Juga

Saya ingin berwakaf tetapi hanya dalam jangka waktu 10 tahun. Apakah diperbolehkan berwakaf jika demikian? Bagaimana pandangan fikih terhadap wakaf dengan batasan waktu tersebut?

Ghifari - Aceh

---

Waalaikumusslaam wr wb.

Prinsip dasarnya, setiap wakaf itu tak terbatas dengan waktu, tetapi diperkenankan—menurut fikih—wakaf temporal atau bersyarat untuk kondisi tertentu. Jika waktu dan kondisi tersebut sudah lewat atau tercapai, objek wakaf kembali menjadi milik pewakaf atau ahli warisnya.

Misalnya, si A mewakafkan sahamnya selama periode tertentu, maka dividen saham tersebut menjadi wakaf dan diperuntukkan untuk para dhuafa dan penerima manfaat. Setelah periode tersebut berakhir, saham kembali menjadi milik pewakaf atau ahli warisnya.

Kesimpulan ini sebagaimana beberapa landasan berikut.

Pertama, nas-nas yang menjelaskan legalitas wakaf itu bersifat umum, oleh karena itu mencakup wakaf temporal dan wakaf yang tidak temporal. Seperti hadis Rasulullah terkait dengan wakaf, "Tahan pokoknya dan salurkan hasilnya." (HR Nasa'i).

Dari Ibnu Umar RA bahwa Umar bin Khaththab RA mendapatkan bagian lahan di Khaibar lalu menemui Nabi SAW untuk meminta pendapat beliau tentang lahan tersebut dengan berkata, "Wahai Rasulullah, aku mendapatkan lahan di Khaibar, di mana aku tidak pernah mendapatkan harta yang lebih bernilai selain itu. Maka apa yang engkau perintahkan tentang tanah tersebut?" Maka Beliau bersabda, "Jika kamu mau, kamu tahan (pelihara) pepohonannya lalu kamu dapat bersedekah dengan (hasil buah)-nya." (HR Bukhari).

Kedua, wakaf adalah transaksi sosial yang bersifat luwes dan terbuka bagi banyak pilihan-pilihan (muwasa' muraghab). Sebagaimana kaidah fikih: kesalahan dalam hal-hal pelengkap itu ditoleransi, berbeda kesalahan pada inti akad maka tidak ditoleransi (yughtafaru fii at-tawabi maa laa yughtafaru fii ghairiha) (Al-Majallah Al-‘Adliyah, pasal 45).

Ketiga, kebolehan wakaf temporal juga memberikan maslahat terhadap funding wakaf, khususnya para penerima manfaat wakaf, baik dhuafa ataupun sosial, karena yang ingin berwakaf secara temporal akan menemukan legalitasnya. Ini akan meningkatkan perolehan aset-aset wakaf yang akan memberikan manfaat, khususnya bagi para penerima manfaat wakaf.

Keempat, pendapat yang membolehkan wakaf temporal ini adalah mazhab Malikiyah, salah satu riwayat dari Abi Yusuf dari mazhab Hanifiyah (bisa ditelaah juga: ad-Dakhirah 6/323).

Kelima, sebagaimana keputusan Lembah Fikih Organisasi Konferensi Internasional Nomor 181 (19/7) : "Nas-nas yang menegaskan tentang legalitas wakaf bersifat umum dan mutlak. Oleh karena itu, wakaf temporal diperkenankan karena masuk dalam ruang lingkup makna wakaf dalam nas tersebut".

Keenam, sebagaimana PP Nomor 42/2006 tentang Pelaksanaan UU Nomor 41/2004 tentang Wakaf (pasal 27), "Dalam hal wakif berkehendak melakukan perbuatan hukum wakaf uang untuk jangka waktu tertentu maka pada saat jangka waktu tersebut berakhir, nazir wajib mengembalikan jumlah pokok wakaf uang kepada wakif atau ahli waris/penerus haknya melalui LKS-PWU.”

Juga Peraturan BWI No 01 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang, Pasal 3 ayat 3: "Penerimaan wakaf uang dalam jangka waktu tertentu paling kurang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan paling kurang sejumlah Rp 10 juta (sepuluh juta rupiah)." Wallahu a'lam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement