REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia akan memperkuat data terkait industri halal untuk meningkatkan posisi di kancah global. Salah satu faktor krusial rendahnya posisi Indonesia dalam data ekonomi syariah global adalah kurangnya informasi halal domestik.
Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia (BI), Anwar Bashori mengatakan keterukuran pertumbuhan industri syariah sangat penting sebagai panduan. Indonesia perlu tahu seberapa besar efektifitas program yang selama ini dilakukan untuk meningkatkan industri.
Saat ini, Indonesia menempati posisi ke 10 dalam Global Islamic Economic Report (GIER) 2018/2019 yang dirilis oleh Thomson Reuters. Hal tersebut salah satunya karena kurangnya data-data halal yang dibutuhkan untuk menghitung realisasi industri.
Anwar mengatakan saat acara Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2019, pemerintah akan menghitung capaiannya. Termasuk seberapa besar transaksi, investasi, dan potensi dari komitmen yang diraih saat acara.
"Hal tersebut penting sebagai tolak ukur kita, data-data ini akan menjadi fokus," kata Anwar.
Direktur Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), Afdhal Aliasar mengatakan Indonesia berkomitmen setidaknya menempati posisi ketiga pada GIES dalam beberapa tahun kedepan. Salah satu strateginya juga dengan melengkapi pusat data halal Indonesia.
Selama ini, Indonesia telah melakukan praktik halal secara alami. Namun hal tersebut belum bisa tercatat jika belum tersertifikasi sebagai bentuk verifikasi.
KNKS pun akan bekerja sama dengan Thompson Reuters untuk memandu pemenuhan data yang terpusat industri. Pasalnya, meski perkembangan ekonomi syariah cukup pesat, itu juga belum cukup terakui jika bukan tertulis dalam bahasa Inggris.
Indonesia Halal Lifestyle Center dan DinarStandard telah membuat proyeksi data awalan sebagai bekal untuk perhitungan. CEO DinarStandard, Rafi-Uddin Sikhoh mengatakan pada 2017, konsumsi produk halal Indonesia mencapai 218,8 miliar dolar AS.
Ini membuat Indonesia sebagai pasar konsumsi produk halal terbesar di dunia. Dengan potensi yang ada ini, Indonesia punya potensi menambah 3,8 miliar dolar AS ke Pendapatan Demostik Bruto per tahun melalui pertumbuhan ekspor dan substitusi impor.
"Ini berasal dari mayoritas makanan halal dan fashion yang masing-masing 2 miliar dolar AS dan 0,1 miliar dolar AS, juga 1,2 miliar dolar AS dari produk lain," katanya.
Ditambah dengan 0,5 miliar dolar AS dari substitusi impor, maka Indonesia juga bisa menciptakan 127 ribu lapangan kerja baru. Pada 2025-2030, proyeksi PDB mencapai 4 triliun dolar AS dan pada 2045 mencapai 15 triliun dolar AS.
Sejumlah sektor yang bisa menjadi andalan diantaranya pariwisata, pangan dan pertanian, makanan dan minuman, tekstil atau fashion, hingga produk peternakan. Berdasarkan GIER 2018/2019, Indonesia menempati posisi kedua untuk industri fashion syar'i, keempat di industri pariwisata halal, dan kesepuluh di sektor keuangan syariah.