Selasa 24 Sep 2019 16:34 WIB

Kemendag Anggap Kondisi Harga Beras Masih Normal

Belum ada temuan atau sinyal praktik kartel dari pola harga saat ini.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pekerja mengangkat beras di Gudang Bulog Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (31/5).
Foto: Antara/Yusran Uccang
Pekerja mengangkat beras di Gudang Bulog Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (31/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) menganggap situasi harga beras khusus jenis medium masih cenderung normal bahkan lebih rendah dari biasanya. Meski demikian, pemerintah telah menugaskan Perum Bulog untuk melakukan stabilisasi harga jika terdapat lonjakan sewaktu-waktu.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Suhanto, menuturkan, berdasarkan statistik yang dimiliki pemerintah, situasi harga eceran beras medium nasional masih terkendali. Per hari Senin (23/9) harga beras medium sebesar Rp 10.485 per kg atau turun 0,22 persen dibanding posisi pekan lalu. Dibanding posisi sebulan yang lalu, harga itu turun 0,18 persen.

"Harga eceran cukup stabil," kata Suhanto kepada Republika.co.id, Selasa (24/9).

Meski demikian, ia mengakui ada kenaikan harga di tingkat grosir, terutama pada Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Harga beras tercatat naik antara 0,02 persen hingga 0,11 persen dalam dua pekan terakhir. Namun, Suhanto menyampaikan pasokan beras hingga Senin kemarin masih sebanyak 53.154 ton. Jumlah pasokan tersebut masih di atas batas aman sebesar 25-30 ribu ton.

Jumlah pasokan yang masuk dan keluar dalam sehari masih cukup normal yakni pada rentang 2.500-3.000 ton per hari. Kondisi yang normal itu karena terbantu oleh operasi pasar yang masih terus dilakukan oleh Bulog sepanjang tahun.

Suhanto mengatakan, Kemendag sudah menerbitkan Surat Menteri Perdagangan Nomor 2 Tahun 2019 tentang pelaksanaan Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga Beras Medium yg berlaku 1 Januari hingga 2019. Selanjtnya, surat kembali diterbitkan sebagai dasar instruksi perpanjangan operasi pasar hingga 31 Desember 2019. Berdasarkan dua surat itu, Suhanto mengatakan Bulog telah menyalurkan 333.401 ton sejak awal tahun.

Soal dugaan kartel yang memicu kenaikan harga beras, Suhanto mengatakan belum ada temuan atau sinyal praktik kartel dari pola harga saat ini. "Pantauan kami, tidak ada kartel," ujar dia.

Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) beras kualitas medium I dan II hingga Selasa (24/9)  dihargai Rp 11.650 per kilogram (kg) dan Rp 11.450 per kg. Harga tersebut jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) beras sebesar Rp 9.450-Rp 10.250 per kg tergantung wilayah.

Sementara, harga beras kualitas Super I dan II atau premium masing-masing dihargai Rp 13.000 per kg dan Rp 12.600 per kg. HET beras premium sesuai aturan pemerintah sebesar Rp 12.800-Rp 13.600 per kg tergantung wilayah.

makanan minuman.

Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, menuturkan, kenaikan harga mulai terasa secara menyeluruh di wilayah Indonesia. Menurut dia, kenaikan tersebut murni karena masa panen yang telah usai. Kenaikan harga dimulai dari lonjakan harga gabah dan berimbas pada mahalnya harga beras.

"Tugas Bulog stabilisasi harga. Makanya kita operasi pasar. Ini bisa berlanjut sampai bulan Desember bila diperlukan," kata Buwas di Kantor Pusat Bulog, Jakarta, Selasa (24/9).

Pada Selasa (24/9), Bulog meluncurkan kegiatan operasi pasar khusus kawasan DKI Jakarta. Operasi pasar digelar di 20 pasar tradisional selama pada 24-26 September 2019. Volume beras yang dipasok sebanyak 2.000 ton per hari terdiri dari beras medium plus dan premium. Beras medium plus dihargai Rp 8.600 per kg. Sementara, beras premium dipatok Rp 11.000 per kg.

Namun, Buwas mengatakan, peluncuran operasi pasar pada hari ini tidak hanya dilakukan di Jakarta, namun seluruh Indonesia. "Per hari kita siapkan 15 ribu ton beras untuk operasi pasar seluruh wilayah Indonesia," ujarnya.

Menurut dia, ketersediaan beras di seluruh gudang Bulog sangat mencukupi untuk operasi pasar. Setidaknya terdapat 2,3 juta ton beras yang saat ini tersimpan dan siap digelontorkan. Buwas belum dapat memprediksi kapan turunnya harga. Sebab, semua bergantung pada produksi gabah dari petani yang masuk ke pasar bebas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement