Selasa 24 Sep 2019 10:17 WIB

Perang Tarif Hambat Bisnis di AS, Kanada dan Meksiko

Meksiko akan jadi mitra dagang penting bagi perusahaan AS selama lima tahun ke depan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Kontainer bersusun di Pelabuhan Los Angeles, Amerika Serikat, Jumat (2/8).
Foto: AP Photo/Marcio Jose Sanchez
Kontainer bersusun di Pelabuhan Los Angeles, Amerika Serikat, Jumat (2/8).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Tarif internasional menghentikan laju ekspansi bisnis, menimbulkan hambatan lebih besar dibanding dengan hambatan pajak, biaya logistik barang ataupun regulasi lokal. Tren ini terlihat berdasarkan survei yang dilakukan TMF Group terhadap 1.500 pemimpin bisnis Meksiko, Kanada dan Amerika Serikat (AS).

Sebanyak 53 persen dari responden melihat penerapan tarif antara AS dengan Cina menjadi faktor terbesar yang menghambat mereka untuk ekspansi bisnis. Sisanya memilih hambatan pajak, ongkos transportasi maupun peraturan di tingkat daerah.

Sebanyak 47 persen pimpinan bisnis AS mengatakan, Meksiko akan menjadi mitra dagang paling penting bagi perusahaan AS selama lima tahun ke depan. Jumlah ini lebih besar dibanding dengan pengusaha yang melihat Cina sebagai mitra strategis (29 persen).

Sebaliknya, para pemimpin bisnis Meksiko justru menilai Cina akan berperan penting dalam dunia usaha mereka ke depannya. Sebanyak 64 persen lebih optimistis dengan Cina untuk menjalin hubungan bisnis dalam lima tahun ke depan. Tapi, angka ini hanya beda tipis dibanding dengan yang memilih AS, 63 persen.

Chief Executive Officer (CEO) TMF Group Mark Weil mengatakan, survei ini jelas mencerminkan kekhawatiran yang meningkat dari dunia usaha terhadap perang dagang AS dengan Cina. Kini, di tahun kedua, kondisi tersebut berdampak pada penekanan sentimen bisnis dan ketidakpastian yang juga membebani keputusan investasi.

Tapi, Weil mengatakan, terlalu dini untuk meramalkan dua ekonomi besar dunia tersebut akan berlangsung lama atau tidak. "Ada cukup banyak suara di sekitarnya, tapi apakah itu akan tahan lama? Ini didorong oleh keputusan kebijakan yang sebenarnya dapat diubah," ujarnya kepada Reuters.

Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan, tarif yang telah diberlakukan atau direncanakan oleh AS dengan Cina akan meamngkas 0,8 persen dari output ekonomi global pada 2020.

Di tengah pesimisme dunia usaha, perjanjian perdagangan AS-Meksiko-Kanada (USMCA) diharapkan dapat menjadi angin segar. Hampir 70 persen dari para pemimpin bisnis yang disurvei mengharapkan USMCA akan diratifikasi oleh ketiga negara. Jumlah tersebut melonjak 88 persen di kalangan pengusaha Kanada, satu-satunya negara yang legislatifnya telah meratifikasi.

Ketiga negara tersebut diketahui sudah menandatangani perjanjian USMCA tahun lalu. Tapi, proses ratifikasi dilakukan oleh masing-masing badan legislatif.

Sebanyak 57 persen dari para pemimpin bisnis yang disurvei mengharapkan USMCA memiliki efek positif terhadap ekonomi negara mereka. Sementara itu, 61 persen memprediksi, lebih banyak perusahaan asing berinvestasi di pasar mereka apabila kesepakatan tersebut cepat diratifikasi.

Weil mengatakan, Amerika Utara merupakan salah satu perdagangan bebas terbesar di dunia. Ratifikasi USMCA akan berdmapak besar bagi ketiga negara maupun dunia secara keseluruhan.

Hanya saja, Weil memperingkatkan agar tidak mudah berpuas diri setelah proses ratifikasi rampung nanti. Kuncinya, tidak duduk secara pasif menyaksikan proses politik berlangsung. "Bahkan, dengan kesepakatan (USMCA), perusahaan yang ingin mengekspor atau investasi tetap akan menghadapi kerumitan. Jadi, sebaiknya mulai rencanakan kontijensi sekarang untuk dua skenario, ratifikasi dan kegagalan," tuturnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement