Senin 23 Sep 2019 11:01 WIB

Semester I 2019, Laba Bersih PLN Rp 7,35 Triliun

Capaian laba bersih diperoleh dari peningkatan nilai penjualan listrik.

Rep: M Nursyamsi/ Red: Friska Yolanda
Jaringan listrik PLN
Foto: Bhakti Pundhowo/Antara
Jaringan listrik PLN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PLN telah menerbitkan laporan keuangan Semester I Tahun 2019. Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, PLN berhasil membukukan profit sebesar Rp 7,35 triliun atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 5,35 triliun.

Sarwono mengungkapkan, capaian ini didukung peningkatan nilai penjualan tenaga listrik PLN sebesar Rp 6,29 triliun atau 4,95 persen sehingga menjadi Rp 133,45 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 127,16 triliun.

Baca Juga

"Sampai saat ini, pemerintah masih mempertahankan tarif listrik tidak naik guna menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Sarwono dalam siaran pers di Jakarta, Senin (23/9).

Namun demikian, kata Sarwono, pemerintah sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 terus berkomitmen mendukung kesehatan keuangan PLN untuk menjalankan Penugasan Public Service Obligation (PSO) dan ekspansi untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK). Hal itu dilakukan melalui mekanisme kompensasi untuk recovery biaya penyediaan tenaga listrik dengan marjin yang wajar sehingga terdapat dana internal (internal fund) sebagai pendamping pinjaman Investasi.

Sarwono menjelaskan, pertumbuhan penjualan berasal dari kenaikan volume penjualan menjadi sebesar 118,52 Terra Watt hour (TWh) atau naik 4,41 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 113,52 TWh. Peningkatan konsumsi kWh juga didukung dari adanya kenaikan jumlah pelanggan dimana sampai akhir Juni 2019 telah mencapai 73,62 juta atau bertambah 3,92 juta pelanggan dari akhir Juni 2018 sebesar 69,7 juta pelanggan.

"Bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 98,3 persen pada akhir 2018 menjadi 98,81 persen pada 30 Juni 2019," ucapnya.

Sarwono menambahkan, volume produksi listrik juga naik yang menuntut kenaikan biaya usaha PLN. Sampai Juni 2019, biaya usaha naik sebesar Rp 10,08 triliun atau 7,08 persen menjadi Rp 152,51 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp142,43 triliun.

Komponen biaya usaha dengan kenaikan terbesar adalah beban pembelian dari listrik swasta yang mengalami kenaikan sebesar Rp 3,62 triliun dari Rp 37,8 triliun sampai Juni 2018 menjadi Rp 41,4 triliun sampai Juni 2019, seiring dengan masuknya beberapa IPP baru untuk menyuplai daya ke PLN. Selain itu, biaya bahan bakar masih mendominasi kontribusi biaya usaha yaitu 43 persen dari total biaya usaha, di mana biaya gas merupakan biaya bahan bakar terbesar meskipun output listriknya hanya berkontribusi 22 persen.

"PLN tetap mengoptimalkan pembangkit berbahan bakar batubara untuk mendongkrak efisiensi sejalan dengan dukungan pemerintah terkait harga maksimal batubara untuk sektor kelistrikan," lanjutnya.

Membaiknya laba PLN juga disebabkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar AS dan euro. Sebagian besar pinjaman jangka panjang yang diperoleh PLN untuk pendanaan investasi terutama program 35 GW dalam bentuk dolar AS.

"Penguatan nilai tukar rupiah tersebut tentunya berdampak positif bagi hasil usaha PLN, yang mana PLN membukukan keuntungan selisih kurs pada Juni 2019 sebesar Rp 5,04 triliun," ucap Sarwono menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement