Senin 16 Sep 2019 13:57 WIB

NTT Dorong Pemanfaatan EBT PLTS

Rasio elektrifikasi di NTT sudah mencapai 73,72 persen atau meningkat dari tahun lalu

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Gita Amanda
Petugas PLN memeriksa kualitas pasokan listrik ketika berkunjung ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kupang di Desa Oelpuah, Kabupaten Kupang, NTT, Kamis (20/7). PLTS Kupang berkapasitas 5 MWp tersebut merupakan pembangkit tenaga listrik terbesar di Indonesia yang beroperasi sejak 27 Desember 2015
Foto: Widodo S Jusuf/Antara
Petugas PLN memeriksa kualitas pasokan listrik ketika berkunjung ke Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Kupang di Desa Oelpuah, Kabupaten Kupang, NTT, Kamis (20/7). PLTS Kupang berkapasitas 5 MWp tersebut merupakan pembangkit tenaga listrik terbesar di Indonesia yang beroperasi sejak 27 Desember 2015

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- General Manager (GM) Perusahaan Listrik Negara (PLN) Unit Induk Wilayah (UIW) Nusa Tenggara Timur (NTT) Ignatius Rendoyoko optimistis rasio elektrifikasi di NTT akan mencapai 100 persen. Saat ini, dia katakan, rasio elektrifikasi di NTT sudah mencapai 73,72 persen atau meningkat dari tahun lalu yang sebesar 62 persen.

"Kami melihat wilayah ini merupakan salah satu provinsi yang tertinggi dalam optimalisasi penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), khususnya dalam pemanfaatan energi surya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)," ujar Rendoyoko dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Senin (19/9).

Baca Juga

Rendoyoko menyampaikan pengerjaan projek PLTS di NTT dilakukan melalui penggunaan bidang lahan tanah yang tidak lagi produktif sehingga nilai ekonomisnya akan bisa terkonversi melalui aplikasi PLTS. Rendoyoko berharap berbagai program pembangunan yang telah dicanangkan Pemerintah Provinsi NTT dapat didukung semua pihak. Dia menyinggung sejumlah pilihan mengenai Provinsi NTT yang kaum milenialnya mengantungi tingkat literasi mencapai 1,8 persen, hal itu yang menjadi alasan PLN tetap melanjutkan berbagai program Corporate Social Responsibililty (CSR) yang selama ini sudah berlangsung.

"Harapannya dengan berbagai program kerja sama seperti dalam bentuk penyediaan beasiswa dan sistem vokasi serta link and match, para putra daerah ini akan mampu  memiliki pengalaman yang berbeda, dalam mengenyam pendidikan, baik di dalam dan juga sampai ke mancanegara," ucap Rendoyoko.

Kepala Jurusan Elektro dari Politeknik Negeri Kupang (PNK) Jemsrado Sine mengingatkan, para milenial harus cerdas dalam memanfaatkan teknologi sehingga dalam aplikasinya, perlu mengetahui lebih jauh resiko yang akan terjadi sebagai konsekuensi  penggunaan alat dan teknologi komunikasi digital tersebut. Jemsrado menyampaikan apresiasinya kepada PLN  yang di dalam format kerja kesehariannya sudah mengikuti perkembangan era digital saat ini.

"Kami melihat pola atau sistem bekerja di PLN, dipandang cukup menggairahkan, bahkan sistemnya juga berbeda dengan sistem kerja umum yang berlaku selama ini, sehingga bekerja di PLN saat ini menjadi tantangan, karena tidak membosankan,”  kata Jemsrado.

Jemsrado menilai sebagai generasi milenial atau Gen Y menjadi generasi yang berubah seiring dengan perubahan teknologi. Dengan teknologi itu juga generasi tersebut mengandalkan media sosial sebagai tempat mendapatkan informasi.

Bahkan, menurut Jemsrado yang mengutip pernyataan Presiden Direktur Ericsson Indonesia Thomas Jul, media sosial telah menjadi platform pelaporan dan sumber berita utama bagi masyarakat. Demikian juga The Nielsen Global yang melakukan riset terhadap 30 ribu responden yang memiliki akses internet memadai, dari 60 negara di Asia Pasifik, Eropa, Amerika Latin dan Utara, serta Timur Tengah, menggambarkan perilaku generasi akrab internet, memilih jalur daring untuk membeli berbagai produk barang dan jasa.

"Bahkan Nielsen mencatat, pertumbuhan perangkat mobile di sejumlah kota besar di Indonesia mencapai 88 persen," lanjutnya.

Direktur Human Capital Management (HCM) PT (Persero) PLN Muhamad Ali, di era disrupsi dan revolusi industri 4.0 terdapat tantangan tersendiri bagi pengelolaan sumber daya manusia di setiap organisasi. Sementara dalam rangka pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan, pihaknya juga membutuhkan SDM yang kompeten untuk memastikan, bisnis ketenagalistrikan dapat berjalan dengan baik dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat.

"Tidak hanya dari sisi hardskill, namun softskill juga diperlukan agar memiliki kematangan emosional dan sosial dalam dunia kerja," ucap Ali.

Ali menyampaikan pencapaian rasio elektrifikasi di NTT terjadi karena adanya dukungan sumber energi terbarukan (EBT) yang melimpah di wilayah tersebut. Saat ini, kata Ali, lebih dari Rp 9 miliar investasi yang tertanam pada enam pembangunan sumber EBT meliputi PLTP, PLTMH, PLTS, dan PLTB.

"Melalui sinergi dengan pemerintah desa, maka pelaksanaan program Tim Percepatan Listrik Pedesaan terlaksana dengan baik," kata Ali.

Ali menilai peningkatan rasio elektrifikasi di NTT, salah satunya juga memerlukan dukungan dan pembangunan dari SDM berkompetensi, yang dihasilkan melalui pelaksanaan program vokasi dengan sejumlah SMKN di wilayah Kupang dan Maumere yang terlaksana sejak 2018.

"PLN juga melaksanakan sejumlah program rekrutmen, baik untuk jenjang SMK, S1/D4 selama empat tahun berturut-turut, serta melakukan program kerja sama program D3 dengan Politeknik Negeri Kupang," ungkap Ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement