REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wafatnya presiden ketiga RI, BJ Habibie menyisakan berbagai pemikiran yang tertuang dalam konsep yang disebut konsep Habibienomics. Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam konsep tersebut terlalu sederhana dalam konteks ekonomi Indonesia. Sebab, konsep tersebut hanya fokus pada nilai tambah, competitive advantage dan pengusaan teknologi tinggi dalam industri.
"Ekonomi tidak sesederhana itu. Ekonomi tidak hanya tentang nilai tambah yang bisa diraih dengan penguasaan teknologi tinggi," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (12/9).
Menurutnya ekonomi juga bicara tentang behavioral ekonomics, bagaimana perilaku para pelaku ekonomi. Melalui pemahaman tentang perilaku ini maka bisa paham mengapa industri berteknologi tinggi berkembang pesat di Jepang, Korea dan China tapi tidak cukup berkembang di Indonesia.
"Apa yang ditawarkan Habibienomics di atas sebenarnya sudah ada dalam konsep ekonomi umum yang selama ini kita pelajari," ucapnya.
Piter menambahkan ekonomi secara keseluruhan dapat meningkatkan penciptaan nilai tambah, dengan fokus kepada industri berteknologi tinggi.
"Tapi tantangannya juga banyak dan tidak dikupas tuntas dalam konsep Habibienomics," ucapnya.
Ke depan, menurutnya permasalahan ekonomi khususnya di Indonesia tidak sesederhana konsep Habibienomics.
"Sebenarnya konsep yang ditawarkan oleh Habibie yang disebut Habibienomics terlalu menyederhanakan," ucapnya.