Selasa 10 Sep 2019 15:43 WIB

Kemenpar Optimistis Pariwisata Sumbang Devisa Terbesar 2019

Negara berbasis pariwisata cenderung tahan terhadap gejolak ekonomi.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Wisatawan bermain jetski di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Ahad (1/9/2019).
Foto: Thoudy Badai
Wisatawan bermain jetski di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, Ahad (1/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah optimistis sektor pariwisata bakal menjadi kontributor terbesar devisa negara pada tahun ini. Prospek sektor pariwisata masih mengalami pertumbuhan meski ekonomi dunia tengah mengalami pelemahan.

Menteri Pariwisata, Arief Yahya, mengatakan di tengah pelemahan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pihaknya masih menargetkan devisa pariwisata tahun ini bisa tembus 20 miliar dolar AS. Tahun lalu, devisa pariwisata mencapai 19,29 miliar dolar AS.

"Pariwisata akan menjadi penghasil devisa terbesar, mengalahkan sektor batu bara, dan kelapa sawit. Kita berani menjanjikan," kata Arief dalam Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata di Swissotel, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, Selasa (10/9).

Ia menuturkan, berdasarkan World Travel & Tourist Council (WTTC) pada 2018 pertumbuhan pariwisata menduduki peringkat ke-9 tercepat di dunia. Secara regional, kata Arief, pariwisata Indonesia tahun lalu tumbuh 12,58 persen diatas Malaysia, Singapura, dan Thailand. Namun, masih kalah jauh dari Vietnam yang tembus 19,9 persen.

Sementara itu, Travel and Tourism Competitiveness Index (TTDC) oleh World Economic Forum, pada tahun ini pariwisata Indonesia menduduki peringkat ke-40 dengan skor 4,3 poin. Arief mengatakan, meski mengalami perkembangan yang positif, capaian kunjungan wisman sejak pemerintahan Joko Widodo dimulai masih di bawah target.

Ia mengatakan, selama 2014-2018 sektor kunjungan wisman baru tumbuh 67,6 persen atau dari 9,4 juta wisman tahun 2014 menjadi 15,8 juta pada 2019. Padahal, pada tahun 2019, bertepatan dengan akhir jabatan pemerintahan Jokowi-JK, kunjungan wisman ditargetkan bisa tembus 20 juta orang.

"Memang tidak terlalu cepat dan ini tidak cukup untuk bisa tumbuh dua kali lipat dari posisi kunjungan tahun 2014 lalu," kata Arief.  

Meski demikian, pemerintah bersikukuh target devisa bisa tercapai dengan kualitas wisman yang datang ke Indonesia. Ia pun menyebut, resemi ekonomi global maupun ancaman resesi ekonomi nasional sejauh ini belum mempengaruhi kinerja pariwisata.

"Negara berbasis pariwisata cenderung tahan terhadap gejolak ekonomi," katanya menambahkan.

Arief mengatakan, pemerintah telah menetapkan 5 destinasi super prioritas dari 10 destinasi prioritas yang ada. Kelima destinasi tersebut yakni Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang. Ke depan, kelima destinasi tersebut akan dibangun menggunakan anggaran pemerintah sebesar 9,35 triliun.

Lima destinasi tersebut diharapkan mampu menggenjot devisa negara dari sektor pariwisata. Lebih rinci, Danau Toba mendatangkan 1 juta wisman, Borobudur 2 juta wisman, Mandalika 2 juta wisman, Labuan Bajo 500 ribu wisman, serta Likupang 500 ribu atau secara total sebanyak 6 juta kunjungan.

Berdasarkan hitungan, tambahan kunjungan 6 juta kunjungan membawa tambahan devisa sekitar 7,3 miliar dolar AS. Sebab, Arief mengatakan, rata-rata spending wisman di Indonesia sekitar 1.220 dolar AS per orang per kunjungan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement